Mengunjungi Papua, Serambi Timur Indonesia
Huaaaa.. Nggak percaya banget akhirnya bisa dapet tugas liputan ke luar Jawa! Dan yang bikin saya riang gembira dan superceria, tugas perdana saya liputan ke luar Jawa adalah ke Papua. Hohoho.. Enak kaaan.. Saya antusias banget lah pokoknya ngadepin tugas ini!
Anyway, sampai hari H, jujur aja saya nggak tahu kementerian atau lembaga apa yang ngajakin saya ke Papua. Saya bahkan nggak tahu bagian Papua mana yang bakal saya jejak. Nggak penting juga. Yang penting kan ke Papua. Hihihi..
Saya dikabarin Mas Agus-- yang ternyata dari Badan Nasional Pengelola Perbatasan-- soal jadwal pesawat, baru Senin malam lalu. Gila kan? Kata dia, saya akan naik pesawat Batavia Air untuk flight jam 22.45 dan berangkat dengan Pak Joko dari Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dan Bu Rina dari Kementerian Dalam Negeri.
So the journey starts at 4 PM. Keluar dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi jam segitu, saya langsung naik ojek ke Stasiun Gambir. Dari Gambir, saya naik Damri sampai bandara. Saya kemudian ketemu dengan Pak Joko. Info nggak penting, wajah Pak Joko sangat mirip Andi Malarangeng, hahahaha.. Kata Pak Joko, Andi juga sadar kalau mereka berdua mirip :p
Oya, Bu Rina nggak jadi berangkat. Dia digantikan koleganya di Pusat Penerangan Kemendagri, Bu Eny. So, jadilah kami seperti keluarga. Bu Eny ibunya, Pak Joko bapaknya, dan saya adalah anak mereka :p
Pesawat Batavia landing di Papua jam 07.00 dinihari. Amsyoooong.. Pas landing itu kami disambut hamparan pulau-pulau kecil yang sama indahnya dengan Raja Ampat. Mata saya yang semula masih kriyip-kriyip langsung melek, deh.. Dan heboh njulurin kepala ke dekat jendela pesawat pastinya.
Bandara Sentani tergolong kecil dan kumuh. Untungnya bandara tersebut dikelilingi pegunungan (entah gunung apa) yang cakep banget. Kayak foto di kalender-kalender itu lah pokoknya. Jadi saya pun memilih untuk mengalihkan perhatian dari kesemrawutan bandara ke pemandangan yang di sekelilingnya..
Setelah ndeso sebentar dengan motret-motret bandara, saya dan rombongan lalu menuju ke parkiran. Kami sudah dijemput oleh pegawai pemda Jayapura. Perjalanan dari bandara ke Hotel Aston -- tempat kami menginap -- saya kira dekat atau paling tidak bisa dicapai 15 menit.
Ternyata saya salah. Perjalanan bandara-hotel mencapai 1,5 jam.. Papua, Papua.. Jauhmu tiada tara. Tapi perjalanan jauh itu jadi nggak menjengkelkan karena sepanjang jalan saya disuguhi pemandangan yang menyejukkan mata. Bagaimana tidak. Jayapura dikelilingi oleh bukit-bukit hijau nan menjulang tinggi. Saya nggak tahu apakah ada daerah lain yang atanominya seperti ini. Yang jelas saya pribadi baru pertama kali lihat tebing seindah itu.
Ketakjuban saya bertambah saat mobil Innova yang kami naiki melewati area Danau Sentani. Subhanallah.. Indah banget pemandangannya.. Saya sampai bengong lihatnya. Sangat alami, sangat perawan, sangat cantik dan gagah sekaligus.. Ingin banget sebenarnya bisa mampir dan ambil foto di sana. Sayang banget saya nggak dikasih waktu.. Hiks
Sampai hotel, saya nggak sempat istirahat. Soalnya pas saya datang, acaranya sudah akan dimulai. Alhasil saya hanya sempat mandi. Itu pun nggak lama. Hihihi.. Tema lokakarya adalah Bagaimana Meningkatkan Indeks Manusia di Perbatasan Papua-Papua New Guinea.
Guilty pleasure, saya nggak ngikutin acaranya, hehe.. Saya ambil wawancara sebentar dengan Sekretaris BNPP Sugeng Hariyono sebentar di sela acara. Lalu kemudian beranjak ke kamar 501 untuk ngorok. Ngantuk berat cuy.. Kata Bu Eny, ekspresi saya pas merem kemarin kayak orang nggak tidur sebulan. Hee..
Sorenya, saya mulai turun. Niatnya pengen wawancara sebentar dengan sejumlah narasumber biar berita saya komprehensif. Ternyata yang ditunggu-tunggu nggak kunjung datang. Jadilah saya nimbrung gosipnya Bu Amsani dan Ayu dari BNPP.
Dari Bu Amsani saya jadi tahu banyak banget soal konflik di perbatasan. Dia cerita bagaimana perbatasan di Kepulauan Riau sering diakali Malaysia. Bu Amsani juga bercerita bagaimana kondisi di perbatasan Kalimantan Timur, masyarakat Indonesia di sana justru lebih merasa sebagai warga Malaysia.
"Saya denger sendiri gimana pas ada pertandingan sepak bola antara Malaysia lawan Indonesia, warga kita justru dukung Malaysia dan nge-huuu timnas sendiri. Saya yang lagi makan nasi goreng langsung jadi males makan," cerita ibu berkacamata asal Betawi itu.
Diceritain sejumlah pengalaman Bu Amsani saat menengok perbatasan, saya jadi tambah kesal dengan pemerintah. Bagaimana tidak, semua ketertinggalan itu, semua pengabaian itu, semua pendiaman itu, adalah karena pemerintah sibuk mengurus dirinya sendiri.
Lihat bagaimana dari ratusan miliar yang sudah digelontorkan APBN dan APBD, tak terserap dan tak bisa dinikmati mereka yang tinggal di perbatasan. Mungkin mereka tak bisa protes karena tidak tahu siapa yang harus mereka keluhi. Mereka juga mungkin tidak tahu bahwa mereka sebenarnya berhak atas "kemajuan" dan hidup layak.
Alhamdulillah sekarang sudah ada BNPP yang berniat untuk "ngoyak-ngoyak" pembangunan di daerah perbatasan. Semoga semangat BNPP nggak cuma di tahun pertama berdirinya mereka saja. Karena saya berharap banyak pada Pak Sugeng dkk. Semoga suatu hari, saat saya berkesempatan ke Papua lagi, saya melihat Papua yang lebih baik. Papua yang rapi dan teratur, dengan bandar udara yang sama baiknya dengan bandara lain di Indonesia :D
Anyway, sampai hari H, jujur aja saya nggak tahu kementerian atau lembaga apa yang ngajakin saya ke Papua. Saya bahkan nggak tahu bagian Papua mana yang bakal saya jejak. Nggak penting juga. Yang penting kan ke Papua. Hihihi..
Saya dikabarin Mas Agus-- yang ternyata dari Badan Nasional Pengelola Perbatasan-- soal jadwal pesawat, baru Senin malam lalu. Gila kan? Kata dia, saya akan naik pesawat Batavia Air untuk flight jam 22.45 dan berangkat dengan Pak Joko dari Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dan Bu Rina dari Kementerian Dalam Negeri.
So the journey starts at 4 PM. Keluar dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi jam segitu, saya langsung naik ojek ke Stasiun Gambir. Dari Gambir, saya naik Damri sampai bandara. Saya kemudian ketemu dengan Pak Joko. Info nggak penting, wajah Pak Joko sangat mirip Andi Malarangeng, hahahaha.. Kata Pak Joko, Andi juga sadar kalau mereka berdua mirip :p
Oya, Bu Rina nggak jadi berangkat. Dia digantikan koleganya di Pusat Penerangan Kemendagri, Bu Eny. So, jadilah kami seperti keluarga. Bu Eny ibunya, Pak Joko bapaknya, dan saya adalah anak mereka :p
Pesawat Batavia landing di Papua jam 07.00 dinihari. Amsyoooong.. Pas landing itu kami disambut hamparan pulau-pulau kecil yang sama indahnya dengan Raja Ampat. Mata saya yang semula masih kriyip-kriyip langsung melek, deh.. Dan heboh njulurin kepala ke dekat jendela pesawat pastinya.
Bandara Sentani tergolong kecil dan kumuh. Untungnya bandara tersebut dikelilingi pegunungan (entah gunung apa) yang cakep banget. Kayak foto di kalender-kalender itu lah pokoknya. Jadi saya pun memilih untuk mengalihkan perhatian dari kesemrawutan bandara ke pemandangan yang di sekelilingnya..
Setelah ndeso sebentar dengan motret-motret bandara, saya dan rombongan lalu menuju ke parkiran. Kami sudah dijemput oleh pegawai pemda Jayapura. Perjalanan dari bandara ke Hotel Aston -- tempat kami menginap -- saya kira dekat atau paling tidak bisa dicapai 15 menit.
Ternyata saya salah. Perjalanan bandara-hotel mencapai 1,5 jam.. Papua, Papua.. Jauhmu tiada tara. Tapi perjalanan jauh itu jadi nggak menjengkelkan karena sepanjang jalan saya disuguhi pemandangan yang menyejukkan mata. Bagaimana tidak. Jayapura dikelilingi oleh bukit-bukit hijau nan menjulang tinggi. Saya nggak tahu apakah ada daerah lain yang atanominya seperti ini. Yang jelas saya pribadi baru pertama kali lihat tebing seindah itu.
Ketakjuban saya bertambah saat mobil Innova yang kami naiki melewati area Danau Sentani. Subhanallah.. Indah banget pemandangannya.. Saya sampai bengong lihatnya. Sangat alami, sangat perawan, sangat cantik dan gagah sekaligus.. Ingin banget sebenarnya bisa mampir dan ambil foto di sana. Sayang banget saya nggak dikasih waktu.. Hiks
Sampai hotel, saya nggak sempat istirahat. Soalnya pas saya datang, acaranya sudah akan dimulai. Alhasil saya hanya sempat mandi. Itu pun nggak lama. Hihihi.. Tema lokakarya adalah Bagaimana Meningkatkan Indeks Manusia di Perbatasan Papua-Papua New Guinea.
Guilty pleasure, saya nggak ngikutin acaranya, hehe.. Saya ambil wawancara sebentar dengan Sekretaris BNPP Sugeng Hariyono sebentar di sela acara. Lalu kemudian beranjak ke kamar 501 untuk ngorok. Ngantuk berat cuy.. Kata Bu Eny, ekspresi saya pas merem kemarin kayak orang nggak tidur sebulan. Hee..
Sorenya, saya mulai turun. Niatnya pengen wawancara sebentar dengan sejumlah narasumber biar berita saya komprehensif. Ternyata yang ditunggu-tunggu nggak kunjung datang. Jadilah saya nimbrung gosipnya Bu Amsani dan Ayu dari BNPP.
Dari Bu Amsani saya jadi tahu banyak banget soal konflik di perbatasan. Dia cerita bagaimana perbatasan di Kepulauan Riau sering diakali Malaysia. Bu Amsani juga bercerita bagaimana kondisi di perbatasan Kalimantan Timur, masyarakat Indonesia di sana justru lebih merasa sebagai warga Malaysia.
"Saya denger sendiri gimana pas ada pertandingan sepak bola antara Malaysia lawan Indonesia, warga kita justru dukung Malaysia dan nge-huuu timnas sendiri. Saya yang lagi makan nasi goreng langsung jadi males makan," cerita ibu berkacamata asal Betawi itu.
Diceritain sejumlah pengalaman Bu Amsani saat menengok perbatasan, saya jadi tambah kesal dengan pemerintah. Bagaimana tidak, semua ketertinggalan itu, semua pengabaian itu, semua pendiaman itu, adalah karena pemerintah sibuk mengurus dirinya sendiri.
Lihat bagaimana dari ratusan miliar yang sudah digelontorkan APBN dan APBD, tak terserap dan tak bisa dinikmati mereka yang tinggal di perbatasan. Mungkin mereka tak bisa protes karena tidak tahu siapa yang harus mereka keluhi. Mereka juga mungkin tidak tahu bahwa mereka sebenarnya berhak atas "kemajuan" dan hidup layak.
Alhamdulillah sekarang sudah ada BNPP yang berniat untuk "ngoyak-ngoyak" pembangunan di daerah perbatasan. Semoga semangat BNPP nggak cuma di tahun pertama berdirinya mereka saja. Karena saya berharap banyak pada Pak Sugeng dkk. Semoga suatu hari, saat saya berkesempatan ke Papua lagi, saya melihat Papua yang lebih baik. Papua yang rapi dan teratur, dengan bandar udara yang sama baiknya dengan bandara lain di Indonesia :D
Jadi pengen kerja di BNPP ==>> jalan-jalan gratis di perbatasan Indonesia. :D
ReplyDeletehahaha.. sana gih nglamar.. itu bener2 jalan2 loh. sayang PNS :(
ReplyDelete