Nggak Semua Hal Bisa Dibecandain
Saya tadi ngobrol lewat whatsapp dengan sobat saya. Saya cerita padanya, saya sangat tersinggung dengan ucapan seseorang pada saya. Maaf saya nggak bisa kasih tahu, apa yang orang itu katakan sampai membuat saya begitu tersinggung. Karena jujur saja, saya sangat sedih tiap mengingat kata itu.
Kata sobat saya, saya sasaran empuk buat dibecandain. Alasannya, saya sering ketawa setiap ada yang meledek saya. Sikap saya yang terkesan tidak melawan itu dinilai sobat sebagai salah satu faktor yang membuat orang lain merasa leluasa becandain saya. Termasuk orang itu.
Saya akui, saya memang cuek dibecandain. Karena keluarga saya orangnya suka becanda semua, sejak kecil saya terbiasa meledek dan diledek. Itu pun dengan catatan, becandaan kami masih bisa ditolerir. Kami sadar benar, mana saja hal yang bisa jadi bahan candaan, mana yang enggak.
Ya, memang nggak semua hal bisa dibecandain.
Saya antimeledek SARA. Oke, saya memang cablak. Tapi saya sangat memilah becandaan yang akan saya lempar, karena saya nggak mau melukai perasaan dia. Ribet? Enggak, menurut saya. Saya justru heran pada orang yang nggak mau "susah sedikit" demi nggak menyakiti orang lain.
Makanya sekali saya diomongin nggak enak sama orang, saya bisa sangat kesal. Apalagi kalau yang diucapkan orang itu nggak jelas, dan saya yakin nggak saya lakukan.
Sampai sekarang saya nggak bisa mengerti atas dasar apa dia ngomong gitu ke saya. Terserah jika ini disebut pembelaan atau sejenisnya, tapi saya sama sekali nggak merasa seperti itu. Dan jujur saja, sampai sekarang pun saya masih sakit tiap ingat kalimat itu.
Yang bikin hati tambah sakit, kalimat itu meluncur dari mulut orang yang saya anggap salah satu orang yang mengerti saya. Saya sudah mempertanyakan maksud dia ngomong itu ke saya. Tapi jawabannya nggak jelas. Dia pun memilih untuk tidak meminta maaf pada saya, meski saya sudah bilang kata-katanya menyakiti saya.
Ya sudahlah.. Mungkin saya memang harus mulai membatasi diri. Peristiwa itu paling tidak membuat saya belajar, mana orang yang patut kita hargai dengan baik, mana yang tidak..
Kata sobat saya, saya sasaran empuk buat dibecandain. Alasannya, saya sering ketawa setiap ada yang meledek saya. Sikap saya yang terkesan tidak melawan itu dinilai sobat sebagai salah satu faktor yang membuat orang lain merasa leluasa becandain saya. Termasuk orang itu.
Saya akui, saya memang cuek dibecandain. Karena keluarga saya orangnya suka becanda semua, sejak kecil saya terbiasa meledek dan diledek. Itu pun dengan catatan, becandaan kami masih bisa ditolerir. Kami sadar benar, mana saja hal yang bisa jadi bahan candaan, mana yang enggak.
Ya, memang nggak semua hal bisa dibecandain.
Saya antimeledek SARA. Oke, saya memang cablak. Tapi saya sangat memilah becandaan yang akan saya lempar, karena saya nggak mau melukai perasaan dia. Ribet? Enggak, menurut saya. Saya justru heran pada orang yang nggak mau "susah sedikit" demi nggak menyakiti orang lain.
Makanya sekali saya diomongin nggak enak sama orang, saya bisa sangat kesal. Apalagi kalau yang diucapkan orang itu nggak jelas, dan saya yakin nggak saya lakukan.
Sampai sekarang saya nggak bisa mengerti atas dasar apa dia ngomong gitu ke saya. Terserah jika ini disebut pembelaan atau sejenisnya, tapi saya sama sekali nggak merasa seperti itu. Dan jujur saja, sampai sekarang pun saya masih sakit tiap ingat kalimat itu.
Yang bikin hati tambah sakit, kalimat itu meluncur dari mulut orang yang saya anggap salah satu orang yang mengerti saya. Saya sudah mempertanyakan maksud dia ngomong itu ke saya. Tapi jawabannya nggak jelas. Dia pun memilih untuk tidak meminta maaf pada saya, meski saya sudah bilang kata-katanya menyakiti saya.
Ya sudahlah.. Mungkin saya memang harus mulai membatasi diri. Peristiwa itu paling tidak membuat saya belajar, mana orang yang patut kita hargai dengan baik, mana yang tidak..
Comments
Post a Comment