The Ides of March: Lara Hati Sang Julius


Siap-siaplah jatuh cinta pada Ryan Gosling setelah menonton film ini. Atau, jika kamu sudah mengaguminya sejak di Crazy Stupid Love dan Drive, silakan tambah kesengsem padanya. Yap, dalam film yang tayang di Amerika sejak Oktober lalu ini, Gosling tampil brilian. Dia mampu menyamai –bahkan menandingi- sang senior yang juga sutradara, produser, penulis naskah, sekaligus aktor film ini, George Clooney.

Jika di CSL Gosling sangat meyakinkan berperan sebagai playboy, di The Ides of March, dia begitu fasih memerankan Stephen Meyers, dan mampu membuat film ini sebagai "panggungnya" (sepanjang film, entah kenapa saya keingetan terus Gosling remaja saat masih menjadi Hercules muda, hihihi..).

Stephen adalah salah satu andalan di tim kampanye calon presiden dari Partai Demokrat, Mike Morris (Clooney). Meski masih "hijau", Stephen mampu menelurkan ide-ide kampanye brilian, maupun menginisiasi materi pidato yang ciamik. Seperti halnya John Favreau, penulis naskah pidato Barack Obama.


Sejak awal, kita dipameri kehebatan Stephen dalam meracik konsep kampanye Mike. Ia mampu menyusupkan gagasan kesetaraan, demokrasi, sekaligus mendobrak pakem, dalam naskah pidato yang dia susun untuk sang calon presiden. Itulah yang membuat "lawannya", Tom Duffy (Paul Giamatti), "gemas" dan mulai memberinya perhatian. Padahal Duffy adalah tim sukses calon presiden dari Partai Republik, Ted Pullman (Michael Mantell).

Karir cemerlang Stephen mulai terancam saat wartawan yang selama ini bersahabat dengannya, Ida (Marisa Tomei), memergoki Duffy pernah "meminang" Stephen untuk berbelok ke Partai Republik. Ida juga tahu Stephen pernah bertemu empat mata dengan Duffy di suatu sore. Stephen pun kena tegur seniornya di tim kampanye, Paul Zara (Philip Seymour Hoffman), yang kemudian membuatnya panik, dan tidak sepercayadiri sebelumnya.

Situasi bertambah rumit bagi Stephen, setelah ia mengetahui pacarnya, Molly Stearns (Evan Rachel Wood), dihamili Mike. Stephen yang semula begitu lugu dan lurus menerjemahkan politik, akhirnya belajar hal baru soal perebutan kekuasaan. Ia memang masih menjadi tim kampanye junior Mike dan berupaya memenangkan calonnya. Tapi sejak peristiwa demi peristiwa terjadi, ia bukan lagi Stephen yang riang dan tulus berpolitik.

Penonton perempuan sila tersenyum-senyum menonton film berdurasi 101 menit ini. Karena memang sepanjang film, Gosling tak pernah sekalipun kelihatan jelek. Pantas saja dia dikalungi predikat runner up sexiest man of the year versi majalah People. Tanpa harus pamer dada bidang seperti di CSL pun (di film ini dia hanya sekali telanjang dada), Gosling sudah bisa menunjukkan dirinya pantas sebagai "the new Brad Pitt".

Dan pastinya, dalam The Ides of March, akting Gosling jauh lebih bersinar dibanding Clooney. Dia mampu menyuguhkan perubahan karakter yang cukup drastis, melalui mimik wajah dan tatapan mata. Kita pun dibawa merasakan emosinya; entah saat gembira, jatuh cinta, sedih, kecewa, marah, maupun kesepian. Tak heran kalau karena kematangan aktingnya itu, ia dinominasikan sebagai aktor terbaik di Golden Globe 2012.


Aktor lain sebenarnya juga bermain bagus, meski tak semenawan Gosling. Clooney, seperti biasa, menunjukkan kelasnya sebagai salah satu aktor terbaik Hollywood. Begitu pun Tomei, Hoffman, Rachel Wood, dan Giamatti. Namun selain Gosling, favorit saya di sini adalah Rachel Wood. Cewek ini menurut saya pas bersanding dengan Gosling. Chemistry keduanya pun tampak begitu pas.

Saya belum menonton tiga karya Clooney sebelum ini. Tapi sepertinya setelah ini saya tertarik menonton, karena saya begitu menyukai karya keempatnya. Ides of March bukan drama politik biasa, karena mampu membuat kita terhisap ke dalam perjalanan hidup seorang Stephen Meyers, dan menonton teater politik Amerika yang kotor.

Film ini juga tak sekadar menyajikan perubahan cara berpolitik Stephen. Tapi juga soal konspirasi, strategi pemenangan, kepercayaan, dan soal pengkhianatan. Seperti yang dikisahkan William Shakespeare dalam drama Julius Caesar. Fyi, dalam drama itu, seorang peramal memperingatkan Julius tentang akan adanya ancaman dalam monarkinya. "Beware of the ides of March," demikian kata sang ahli nujum.

Julius sendiri kita ketahui kemudian dibunuh oleh para anggota senat pimpinan Marcus Junius Brutus. Seperti Julius yang dikhianati di medio Maret, Stephen pun limbung lantaran lara hati di penggalan karirnya. Bedanya, Stephen tahu caranya bangkit.

Comments