Yuhuuuu.. 10 Jam Kabur dari Jakarta!
Akhir pekan saya di awal November ini sungguh sempurna. Pada Sabtu lalu, saya seharian cuma malas-malasan di kamar, ditemani buku bacaan, kopi, cemilan, dan hujan. Ya, sepanjang hari itu memang tanah Tebet selalu basah karena hujan. Menyenangkan, karena membuat udara makin sejuk dan enak untuk tidur-tiduran.
Malamnya, saya nonton bareng pertandingan Manchester United vs Arsenal di Epiwalk, Epicentrum. Tempat itu sukses disulap bak mini Old Trafford, yang membuat kami fans MU makin bersukacita pascakemenangan 2-1 atas The Gunners. Rooney dkk main cantik. So, tak ada lah hal yang saya murungkan malam itu.
Sepulang dari nobar, sahabat saya Novi BBM. Ia membujuk saya ikut main ke Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Saya pun tergoda. "Sehari doang kok.. Tektok aja. Pagi banget berangkat, sore pulang. Di sana pasir putihnya bagus.." rayu Novi. Yoih, dia tahu banget saya lemah terhadap tawaran jalan-jalan dan pantai.
Baiklah, baiklah. Saya yang semula merencanakan Minggu lanjut bermalas-malasan di kos, tergoda juga. Saya akhirnya bilang ke Novi untuk membangunkan saya jam 5 pagi, karena jam 5.30 rencananya kami kumpul di Kampung Melayu. Malam itu pun saya berdoa, semoga cuaca esok terang dan tidak hujan.
Dan yak, saya sukses telat bangun! Entah ada berapa miskol dari Novi di dua hape saya. Dengan brutal, saya pun langsung mengepak barang ke dalam ransel. Soal packing, kecepatan dan ketepatan saya nggak perlu diragukan deh.. Hihihihi
Saya akhirnya sampai di Melayu jam 6 tet. Dari sana, kami naik transjakarta sampai Pluit. Di halte Pluit pulalah saya dan Novi janjian bertemu Iboy. Sedangkan Ika milih naik kereta dan ketemu langsung dengan kami di Muara Angke.
Fyi, dari Pluit, kami dua kali naik mikrolet sampai area pasar Muara Angke. Biayanya per naik Rp 2 ribu. Dari pasar, kami naik becak motor sampai dermaga, dengan ongkos Rp 2 ribu per orang.
Kami ternyata nggak beruntung. Kapal tujuan ke Pari baruuuu aja berangkat. Hiks hiks.. Tinggallah dua pilihan, tujuan Tidung dan Pramuka. Iboy dan Ika yang sudah pernah ke Tidung, mengaku tak masalah ke sana lagi. Baik bangeeet.. *peluk Ika-Iboy*
Kami membayar Rp 52 ribu per orangnya untuk naik kapal besar yang kondisinya masih bagus. Kapal itu dilengkapi pendingin udara dan televisi, serta atap yang bisa digunakan untuk berjemur. Kami berempat sempat tidur sejam, sampai akhirnya memutuskan naik ke atap untuk foto-foto.
from my n Iboy's digicam |
Berangkat pukul 08.30, kami sampai di Tidung pukul 11.00. Di sana kami langsung menyewa sepeda Rp 10 ribu per orang. Sebenarnya tarifnya Rp 15 ribu sih. Tapi setelah dirayu Kakak Ika, si Ibu mau mengurangi harganya karena kami cuma pakai 2 jam-an.
Nggak mau menyia-nyiakan waktu, kami pun langsung melaju ke arah Jembatan Cinta. Nggak ngerti saya, kenapa jembatan itu dinamain begitu. Mungkin niatnya jembatan itu dibangun untuk tempat orang yang-yangan selama di Tidung. Saya sih ogah ya, pacaran di jembatan begitu.. *lhah curhat
Karena tiket kapal pulang ke Muara Angke mesti dibeli jam 13.30, kami pun cuma punya sedikit waktu untuk bersenang-senang di pantai. Quality time itu benar-benar kami manfaatkan buat kecipak-kecipuk nggak jelas, berendam, dan nyungsepin badan di pasir.
Iboy's digicam |
Aaaaaaaah.. Sungguh enak merebahkan badan di atas pasir pantai, diselimuti air laut, dan disentuh semilir angin.. Surga dunia!
Tekstur pasir putih di Tidung menurut saya lembut. Dan nggak bikin lecet meski kamu nggak pakai alas kaki. Tepi pantainya juga tergolong bersih, dan nggak terlalu ramai sehingga nyaman untuk bermain. Yang agak mengganggu adalah ubur-ubur yang jumlahnya cukup banyak. Iboy dan Novi kena sengatannya tuh..
Jam 13.30, kami kembali ke dermaga untuk beli tiket pulang seharga Rp 33 ribu per orang. Lebih murah, karena kapalnya bukan jenis yang bagus seperti saat berangkat. Karena kapal berangkat jam 14.00, kami punya waktu cukup untuk mandi dan ganti baju.
Sial sial sial. Setelah mandi, mbak penjual tiket bilang kapalnya sudah berangkat!! Mendengar kabar itu, kami rasanya ingin marah. Gimana bisa cobaaa.. Kan tadi bilangnya kapal berangkat jam 14.00..
Kami sempat dipingpong sana-sini sampai akhirnya "diselundupkan" ke dalam kapal rombongan karyawan Astra. Bok yaaa.. Kapalnya kecil. Saya langsung membatin dalam hati, ini kapal bisa tahan hujan badai, nggak?
Kecurigaan saya terbukti. Jreng jreeeng.. Perjalanan kami dengan kapal bertarif Rp 30 ribu per orang itu sungguh menguji mental. Ombaknya lagi kencang. Ditambah hujan angin, dan jumlah penumpang yang overcapacity, kapal pun sukses terombang-ambing selama di laut.
Saya sih cuma bisa merapal ayat kursi sambil berdoa kapal dan seisinya sampai dengan selamat di Muara Angke.. Huhuhu.. Herannya, Ika, Novi, dan Iboy, bisa dong ya, tidur di tengah kondisi begitu -__-
Hujan, hujan :) |
Novi tidur di tepi kapal :D |
Capeeeeeeek banget. Tapi hati rasanya senang nggak karuan. Hehehe.. Mau lagi deh, kapan-kapan!
Ya iyalah mereka tidur nyenyak; khan sudah ada kamu yang berdoa biar selamat. ;)
ReplyDeleteKayak doaku ampuh aja Pak.. wahahahaha :D
DeleteKalau kamu punya waktu, Pari itu worthed banget untuk disinggahi. Kalau Tidung siap nyambut turis dengan berbagai macam fasilitas, Pari ga segitunya.
ReplyDeleteWaktu ke Pari kami ga pake tur, jadi begitu datang, nego aja sama orang sana, pinjam rumah untuk tidur. Lebih menyenangkan lagi, dia mau siapkan makan selama 2 hari.
Di luar urusan snorkling, Pari punya pantai yang landai banget, jalan sejauh apapun cuma sepinggang. di situ bisa main volley, sekadar minum kelapa, atau kalau mau bisa pinjam perahu kecil, terus peperahuan deh. Ke ujung kiri pantai, bisa tengok matahari tenggelam. Atau kalau mau jalan sedikit jauh ke kiri bisa nonton matahari terbit.
Iya Kaaaa.. masih penasaran ke Pari nih.. next time ke sana dan ke Onrust penginnya.. Tapi mesti nginep sih.. Biar bisa malem dan pagi ke pantai hihi.. Tks saran2nya ya :*
Delete