Gone Girl: dan Pada Akhirnya Pertanyaan, Sudah Siap Nikah?
Kencan malam minggu lalu berakhir dengan ketegangan. Jantung yang berdegup cepat, nafas yang sesak, dan pikiran yang berkelana ke banyak tempat sekaligus. Bukan tumpukan tulisan yang membuat saya merasa seperti itu, melainkan karena baru saja menonton Gone Girl.
Saya awalnya hanya tau Gone Girl adalah novel bikinan Gillian Flynn. Sampai akhirnya Nindy bilang pengin nonton film itu, dan perasaan penasaran “Oh ada filmnya. Baguskah?” menggiring saya membeli DVD nya. Ini film belum masuk Indonesia soalnya. Bahwa film ini dibikin oleh David Fincher (The Girl with the Dragon Tattoo, Benjamin Button, Se7en), sudah membuat saya punya ekspektasi lebih sebelum menonton.
Film dibuka dengan pertanyaan. “What are you thinking?”, “How are you feeling?”, dan “What we have done to each other?” oleh Nick (Ben Affleck –dia bermain bagus sekali di sini). Pertanyaan itu merujuk pada sang istri yang lima tahun lalu dinikahinya, Amy (Rosamund Pike).
Oh okay, itu pembuka yang membuat saya agak canggung karena menontonnya dengan pacar. Bahkan tadi Mas Qaris, redaktur saya, tanya, “Lo jadi takut nikah nggak, habis nonton film itu?”. Hahaha…NO.
Dan ini adalah film (yang diadaptasi dari buku) yang memadukan unsur psychological thriller, romance (ah romantisme yang gelap), juga soal relasi gender dalam pernikahan. Salah satu pertanyaan yang terbersit di pikiran saya ketika menontonnya, adalah “Sungguhkan pernikahan dengan segenap komprominya akan mengubah kita menjadi sosok yang berbeda—bahkan menghilangkan jati diri kita yang sebenarnya?”
Pertanyaan semacam itu akan muncul seiring dengan perkembangan cerita. Sampai ketika Amy hilang dari rumah, dengan petunjuk kursi ruang tamu yang terbalik, bagian rumah yang berantakan, dan tetesan darah yang menempel di lemari dapur. Hilangnya Amy --si perempuan kesayangan banyak orang-- membuat penduduk di Missouri berduka, mungkin, termasuk Nick.
Selanjutnya kita akan diajak mencari tahu, ke mana Amy, bersama Rhonda si detektif polisi, yang menelusuri sejumlah petunjuk termasuk diary Amy. Pencarian yang asyik, yang saking asyiknya sampai membuat saya terus mengumpat dan sesak nafas. Penyelidikan polisi sendiri berujung pada penetapan Nick sebagai terduga pembunuh istrinya sendiri.
Benarkah? Apa yang sesungguhnya terjadi?
Maka kita pada akhirnya maklum pada kejutan-kejutan yang muncul di sepanjang film. Kejutan itu boleh jadi fakta, boleh jadi tidak. Tugas kita adalah memilah dan menyatukan keeping puzzle yang terserak. Juga belajar banyak dari Amy dan Nick soal hubungan *hell yeah*.
Rosamund Pike keren banget di film ini. Tatap matanya, juga tuturnya yang menyampaikan isi diarynya yang menggiring opini soal perjalanan psikologisnya.
Oya, ini adalah film yang tak bakal menjerumuskan kita untuk bersimpati pada satu sosok saja. Karena tak ada hitam-putih. Semua orang adalah pribadi yang terus tumbuh, berkembang, dan berubah. Seperti Nick dan Amy, seperti halnya kita. Dan pada akhirnya, kitalah yang memilih bentuk hubungan kita dengan pasangan. Prosesnya mungkin kurang nyaman bagi orang lain, tapi siapa yang peduli?
Kelar nonton, saya tertawa dengan nada janggal. Entahlah, itu ekspresi lega atau apa. Tapi pacar saya juga mengeluarkan nada tawa yang sama. Sambil menatap dan bersuara berat ala Amy, saya pun menggodanya dengan pertanyaan “So, what we have done to each other?"
Comments
Post a Comment