2014: Lipstik, Tubuh, dan Rumah yang Menyenangkan
Tahun 2014 lalu luar biasa, dengan sedikit kejutan --kata lain untuk pencapaian karir yang belum seberapa hahahaha. Overall, saya merasa bersyukur karena akhirnya sempat menutup tahun dengan pelukan dan doa orang-orang tersayang. Entahlah, yang terbersit di pergantian tahun adalah perasaan untuk lebih mandiri dalam menciptakan kebahagiaan kita sendiri.
You know, orang boleh bilang bahagia itu sederhana. Tapi saya enggak setuju. Sangat sulit lho untuk bahagia, karena buat saya pribadi, bahagia adalah "selesai" dengan pikiran negatif yang berkelindan di pikiran. Ketika kita bisa membereskan itu, yah, mungkin kita bisa orgasme hanya dengan melihat orang lain bahagia. Geloooo keren banget omongan gue *maaf kumat*
1. Saya pakai lipstik, maka saya ada
Di suatu sore di Velbak, saat saya pakai lipen merah dan Mba Cheta pakai lipstik ungu.
Iqbal: Dalam rangka apa pakai lipstik?
Heru: Ini, si Vitri lagi puber...
The truth is, saya dewasa terlambat. Mungkin orang lain sudah merasakan keajaban lipstik saat SMA atau mungkin kuliah. Tapi saya baru beli lipstik pertama 2011 lalu, yakni Wardah yang Sheer Brown. Nah tapi setelah itu, saya jarang banget beli lipstik. Sampai akhirnya tahun ini, adalah tahun kebangkitan bibir saya. Aelah najis banget bahasanya.
Saya pun rapelan beli lipen, sampai akhirnya punya belasan sampai tulisan ini ditulis. Warnanya? Mention it. *sombong padahal juga nggak segitunya amat koleksinya* ada coklat, ungu muda, ungu tua, oranye muda, oranye tua, oranye ngejreng, oranye kemerahan, merah tua, merah menyala, merah dengan hint ungu, pink muda banget, pink ceria, sampai pink tua. Duh makasih banget lah buat Kak Nindy yang sangat suportif soal ini.
You know what, pakai lipen itu butuh keberanian ekstra. Pertama, dari orang terdekat. Soal mendadak lipen ini, pacar saya sampai pernah nanya, kenapa saya akhir-akhir ini suka banget pakai lipstik ngejreng. Yang ngeselin adalah dia beberapa kali jadi commenter kalau saat kencan dengannya saya pakai lipstik gelap ala Lorde (dia ngomen sambil dangdutan! oh thanks lho..). Tapi di lain waktu, dia protes kalau saat saya kencan sama teman-teman, saya lipenan aneh lagi ("Kok kamu cantik sih kalau pas jalan sama temen-temenmu?". Helow, eike pakai warna yang sama, kaliii..Tapi emang dasarnya cantik sih, ya susah ya..)
Juga dari orang sekantor hahahaha... ("gile, merah amat bibir lu", bla bla bla..). Tapi saya cuek aja sih. Rasanya enak kalau kamu berani untuk melakukan hal yang bagi sebagian orang enggak wajar. Semacam apa, ya.. Mungkin kayak ngomong "Aku nyaman dan hepi dengan pakai lipstik ngejreng begini. "I feel great, so i dont give a fuck with what you're thinking.."
Kalau mau serius dikit sih ya, ini jadi semacam perlawanan ala posfeminisme hahahaha.. Feel free lho untuk menaklukkan persepsi orang lewat tubuh kamu. Saya sudah selesai dengan urusan kesetaraan di ruang publik yang menyangkut pemikiran atau apalah itu. Menurut saya, lingkungan saya tidak patriarkis dan saya mensyukuri itu. Kami, laki-laki dan perempuan, adalah sama di sini. Sama-sama punya beban kerja berat maksudnya, akakakaka.. Dan yah, lewat benda kecil bernama lipstik, saya cuma pengin tambah hepi aja sih. Ada masalah?
Di suatu sore di Velbak, saat saya pakai lipen merah dan Mba Cheta pakai lipstik ungu.
Iqbal: Dalam rangka apa pakai lipstik?
Heru: Ini, si Vitri lagi puber...
The truth is, saya dewasa terlambat. Mungkin orang lain sudah merasakan keajaban lipstik saat SMA atau mungkin kuliah. Tapi saya baru beli lipstik pertama 2011 lalu, yakni Wardah yang Sheer Brown. Nah tapi setelah itu, saya jarang banget beli lipstik. Sampai akhirnya tahun ini, adalah tahun kebangkitan bibir saya. Aelah najis banget bahasanya.
Saya pun rapelan beli lipen, sampai akhirnya punya belasan sampai tulisan ini ditulis. Warnanya? Mention it. *sombong padahal juga nggak segitunya amat koleksinya* ada coklat, ungu muda, ungu tua, oranye muda, oranye tua, oranye ngejreng, oranye kemerahan, merah tua, merah menyala, merah dengan hint ungu, pink muda banget, pink ceria, sampai pink tua. Duh makasih banget lah buat Kak Nindy yang sangat suportif soal ini.
You know what, pakai lipen itu butuh keberanian ekstra. Pertama, dari orang terdekat. Soal mendadak lipen ini, pacar saya sampai pernah nanya, kenapa saya akhir-akhir ini suka banget pakai lipstik ngejreng. Yang ngeselin adalah dia beberapa kali jadi commenter kalau saat kencan dengannya saya pakai lipstik gelap ala Lorde (dia ngomen sambil dangdutan! oh thanks lho..). Tapi di lain waktu, dia protes kalau saat saya kencan sama teman-teman, saya lipenan aneh lagi ("Kok kamu cantik sih kalau pas jalan sama temen-temenmu?". Helow, eike pakai warna yang sama, kaliii..Tapi emang dasarnya cantik sih, ya susah ya..)
Juga dari orang sekantor hahahaha... ("gile, merah amat bibir lu", bla bla bla..). Tapi saya cuek aja sih. Rasanya enak kalau kamu berani untuk melakukan hal yang bagi sebagian orang enggak wajar. Semacam apa, ya.. Mungkin kayak ngomong "Aku nyaman dan hepi dengan pakai lipstik ngejreng begini. "I feel great, so i dont give a fuck with what you're thinking.."
Kalau mau serius dikit sih ya, ini jadi semacam perlawanan ala posfeminisme hahahaha.. Feel free lho untuk menaklukkan persepsi orang lewat tubuh kamu. Saya sudah selesai dengan urusan kesetaraan di ruang publik yang menyangkut pemikiran atau apalah itu. Menurut saya, lingkungan saya tidak patriarkis dan saya mensyukuri itu. Kami, laki-laki dan perempuan, adalah sama di sini. Sama-sama punya beban kerja berat maksudnya, akakakaka.. Dan yah, lewat benda kecil bernama lipstik, saya cuma pengin tambah hepi aja sih. Ada masalah?
2. Big is not beautiful
Sebuah sore di kursi taman depan Hyatt, di Bundaran HI, sebelum masa ketagihan lipstik. Saya nunggu Nindy pulang kerja, setelah siangnya kami belanja kain di Thamcit. Di kursi itu saya tiba-tiba merasa lelah dan enggak pede dengan bentuk tubuh saya. Saya merasa sebal, bingung, dan enggak ngerti harus gimana untuk balikin badan 15 kg lebih langsing dibanding sekarang. Siapa sih yang enggak mau, tampak langsing di foto-foto pernikahannya? Siapa? Siapaaaaaa...
Di kursi itu, saya duduk degan seorang bapak muda bersama anaknya yang masih balita. Keduanya mengobrol lucu, berbagi tawa, dan mengisengi satu sama lain. Ah, saya jadi menangis waktu itu. Saya pun BBM Bapak, dan bilang kalau saya lagi dilanda ketidakpedean akut karena berat saya yang naik 15 kg setelah masuk Tempo. Saya bilang ke bapak, kalau saya benci saya yang seperti ini. Saya yang merasa sedih karena berat badan, bukan karena prestasi dan pekerjaan. Saya pengin saya yang tidak peduli soal berat badan, dan menghabiskan waktu dengan cekakak-cekikik.
Ini seperti lingkaran setan, memang. Kamu berkaca, merasa gendut, stres, lalu stres membuatmu kian mudah gendut, kamu berkaca lagi, dan kamu makin tidak pede. Lingkaran itu baru putus kalau kamu sudah selesai dan memaafkan dirimu. Tentunya mulai berpikir positif soal tubuh, dan percaya kalau kamu bisa langsing lagi. Ini -EHM- bagi sebagian orang mungkin masalah remeh. Tapi tidak bagi saya yang mengalaminya. Kepercayaan diri itu bisa seperti doping luar biasa, tapi jika merosot, bisa bikin jatuh gila.
Bapak pun sampai menawari saya ke psikolog untuk menyelesaikan urusan ini. Ah bapaaak, love you. Tapi saya bilang enggak perlu. Saya yakin kok saya bakal bisa mengatasi ini. Saya merasa beruntung punya teman-teman kece dan pacar yang paham soal ini. Sampai akhirnya saya kembali hidup sehat. Bersepeda, masak setiap hari, dan mengurangi makanan berlemak. Sekarang bobot sudah mulai turun. Dan kado tahun baru dari tubuh saya adalah, kadar gula, kolesterol, asam urat, dan tekanan darah saya semua NORMAL.
Sebuah sore di kursi taman depan Hyatt, di Bundaran HI, sebelum masa ketagihan lipstik. Saya nunggu Nindy pulang kerja, setelah siangnya kami belanja kain di Thamcit. Di kursi itu saya tiba-tiba merasa lelah dan enggak pede dengan bentuk tubuh saya. Saya merasa sebal, bingung, dan enggak ngerti harus gimana untuk balikin badan 15 kg lebih langsing dibanding sekarang. Siapa sih yang enggak mau, tampak langsing di foto-foto pernikahannya? Siapa? Siapaaaaaa...
Di kursi itu, saya duduk degan seorang bapak muda bersama anaknya yang masih balita. Keduanya mengobrol lucu, berbagi tawa, dan mengisengi satu sama lain. Ah, saya jadi menangis waktu itu. Saya pun BBM Bapak, dan bilang kalau saya lagi dilanda ketidakpedean akut karena berat saya yang naik 15 kg setelah masuk Tempo. Saya bilang ke bapak, kalau saya benci saya yang seperti ini. Saya yang merasa sedih karena berat badan, bukan karena prestasi dan pekerjaan. Saya pengin saya yang tidak peduli soal berat badan, dan menghabiskan waktu dengan cekakak-cekikik.
Ini seperti lingkaran setan, memang. Kamu berkaca, merasa gendut, stres, lalu stres membuatmu kian mudah gendut, kamu berkaca lagi, dan kamu makin tidak pede. Lingkaran itu baru putus kalau kamu sudah selesai dan memaafkan dirimu. Tentunya mulai berpikir positif soal tubuh, dan percaya kalau kamu bisa langsing lagi. Ini -EHM- bagi sebagian orang mungkin masalah remeh. Tapi tidak bagi saya yang mengalaminya. Kepercayaan diri itu bisa seperti doping luar biasa, tapi jika merosot, bisa bikin jatuh gila.
Bapak pun sampai menawari saya ke psikolog untuk menyelesaikan urusan ini. Ah bapaaak, love you. Tapi saya bilang enggak perlu. Saya yakin kok saya bakal bisa mengatasi ini. Saya merasa beruntung punya teman-teman kece dan pacar yang paham soal ini. Sampai akhirnya saya kembali hidup sehat. Bersepeda, masak setiap hari, dan mengurangi makanan berlemak. Sekarang bobot sudah mulai turun. Dan kado tahun baru dari tubuh saya adalah, kadar gula, kolesterol, asam urat, dan tekanan darah saya semua NORMAL.
3. I love my home..
Lagu "Tentang Rumahku" dari Dialog Dini Hari itu menggambarkan sekali betapa senangnya saya dengan rumah kontrakan kami di Cidodol. Rumahnya menyenangkan. Dengan luas hampir 200 meter persegi, dua lantai, dengan dapur dan pekarangan. Dan yah, saya sayang banget sama penghuni rumah Cidodol: Putri, Praga, Anam, Haeril, si pacar, juga Angga (dia sekarang udah pindah setelah menikah). Kami pindah ke sana per Ramadan tahun lalu.
Entahlah, rasanya seperti keluarga saja. Atau mungkin memang kami sudah merupakan keluarga. Rasanya menyenangkan, bangun tidur, memasak bareng di dapur, makan siang bareng, trus ngopi cantik di pekarangan. Banyak juga asam manisnya, hahaha.. Ingat banget saat isi rumah masih berempat (Angga, Tri, Praga, saya), kami bokek berat karena harus menanggung biaya sewa rumah. Tapi itu aja sih, selebihnya, menyenangkaaaan.. Saya suka dan menikmati semua hal yang terjadi di rumah. Pasti nanti kangen masa-masa sekarang, saat kami sudah tinggal dengan pasangan masing-masing :)
Lagu "Tentang Rumahku" dari Dialog Dini Hari itu menggambarkan sekali betapa senangnya saya dengan rumah kontrakan kami di Cidodol. Rumahnya menyenangkan. Dengan luas hampir 200 meter persegi, dua lantai, dengan dapur dan pekarangan. Dan yah, saya sayang banget sama penghuni rumah Cidodol: Putri, Praga, Anam, Haeril, si pacar, juga Angga (dia sekarang udah pindah setelah menikah). Kami pindah ke sana per Ramadan tahun lalu.
Entahlah, rasanya seperti keluarga saja. Atau mungkin memang kami sudah merupakan keluarga. Rasanya menyenangkan, bangun tidur, memasak bareng di dapur, makan siang bareng, trus ngopi cantik di pekarangan. Banyak juga asam manisnya, hahaha.. Ingat banget saat isi rumah masih berempat (Angga, Tri, Praga, saya), kami bokek berat karena harus menanggung biaya sewa rumah. Tapi itu aja sih, selebihnya, menyenangkaaaan.. Saya suka dan menikmati semua hal yang terjadi di rumah. Pasti nanti kangen masa-masa sekarang, saat kami sudah tinggal dengan pasangan masing-masing :)
4. How he met my big family
Setelah pacaran lebih dari dua tahun, akhirnya saya bawa juga si pacar ke rumah hahahaha.. Ujiannya langsung berat, kenalan sama keluarga besar. Kebetulan soalnya sepupu saya menikah, jadi pada dateng deh tuh saudara dari mana-mana. HAHAHA sabar ya Car..
Setelah pacaran lebih dari dua tahun, akhirnya saya bawa juga si pacar ke rumah hahahaha.. Ujiannya langsung berat, kenalan sama keluarga besar. Kebetulan soalnya sepupu saya menikah, jadi pada dateng deh tuh saudara dari mana-mana. HAHAHA sabar ya Car..
5. How i met the panda
Yaps, saya akhirnya ketemu panda dong tahun ini. Ini semacam ambisi pribadi dalam 3 tahun terakhir, yang akhirnya mewujud hahaha.. Memang ketemunya enggak di Cina sih, tapi di Singapura. Tapi saya tetap saja senang. Pas banget saya ke sana, Singapore Zoo pas kedatangan dua panda remaja dari Cina, Kai Kai dan Jia Jia. Saya ke sana bareng teman saya, Septi, anak Jawa Pos.
Gila bok, sensasi ketemu panda hampir saya kayak umroh hahahaha.. Kurang ajar banget eike. Tapi emang menyenangkan sih lihat makhluk Tuhan yang paling seksi itu berguling. Uwuwuwu.. Rasanya gemes pisan euy. Target berikutnya adalah ke Chengdu untuk ketemu bayi panda di penangkarannya langsung. Sekaligus mangku si dedek panda gitu. Aaaaaarkk belum-belum udah gemes sendiri pengin uwel-uwel dia.
Yaps, saya akhirnya ketemu panda dong tahun ini. Ini semacam ambisi pribadi dalam 3 tahun terakhir, yang akhirnya mewujud hahaha.. Memang ketemunya enggak di Cina sih, tapi di Singapura. Tapi saya tetap saja senang. Pas banget saya ke sana, Singapore Zoo pas kedatangan dua panda remaja dari Cina, Kai Kai dan Jia Jia. Saya ke sana bareng teman saya, Septi, anak Jawa Pos.
Gila bok, sensasi ketemu panda hampir saya kayak umroh hahahaha.. Kurang ajar banget eike. Tapi emang menyenangkan sih lihat makhluk Tuhan yang paling seksi itu berguling. Uwuwuwu.. Rasanya gemes pisan euy. Target berikutnya adalah ke Chengdu untuk ketemu bayi panda di penangkarannya langsung. Sekaligus mangku si dedek panda gitu. Aaaaaarkk belum-belum udah gemes sendiri pengin uwel-uwel dia.
7. Hemat pangkal gaya
Ini benar-benar tahun yang keren. Saya makin semangat menata keuangan dan memperbanyak nabung. Ternyata masak sendiri benar-benar berpengaruh pada pengeluaran. Saya juga mengurangi budget ke salon dan memilih untuk hair mask dan creambath sendiri di rumah hahahaha.. Hasilnya lumayan juga. Tanpa mengurangi budget senang-senang + nonton + belanja, saya bisa nabung 35 persen gaji. Ternyata rasa bisa menabung itu menyenangkan, sama menyenangkannya kayak ngabisin duit untuk hura-hura, wkwkwkwk
Ini benar-benar tahun yang keren. Saya makin semangat menata keuangan dan memperbanyak nabung. Ternyata masak sendiri benar-benar berpengaruh pada pengeluaran. Saya juga mengurangi budget ke salon dan memilih untuk hair mask dan creambath sendiri di rumah hahahaha.. Hasilnya lumayan juga. Tanpa mengurangi budget senang-senang + nonton + belanja, saya bisa nabung 35 persen gaji. Ternyata rasa bisa menabung itu menyenangkan, sama menyenangkannya kayak ngabisin duit untuk hura-hura, wkwkwkwk
ciluuuk baaa |
Aku uda lama ih ga main ke sini. Pengen nimbrung soal big is not beutiful. Menurutku yang pertama jangan body negative dulu, jangan benci tubuh dulu. Kalau benci tubuh, nanti pas olah raga jadi beban. Pertama sayang dulu sama badan, aku sayang badan, maka aku hati-hati sama makanan dan berolah raga. Yang kurus ga necessarily lebih sehat dari kamu kok. Yang penting berpikir positif, diet sehat (sayangnya tiap kali aku sebut diet orang selalu berasumsi ga makan) dan badan bergerak. Nanti metabolisme akan membaik. Dan diet sehat itu gampaaaang, plus enak.
ReplyDeleteTerus sekarang jadi pengen ikutan cerita soal 2004. Haha :D