Yang Unik-Unik dari Majene, Sulawesi Barat
Saya enggak pernah menyangka, penjelasan yang diberikan si pacar soal kampung kelahirannya memang betul. Hahahaha… Bukannya enggak percaya sama dia sih, ya. Tapi masa iya sih ada tempat yang sebelah kanannya gunung, sebelah kirinya laut? Keren amat.
Ternyata ada, sodara-sodara. Majene adalah salah satu kabupaten di
Sulawesi Barat, yang bisa dibilang kalah terkenal dibanding kabupaten lain di
sana. Siapa hayo yang enggak kenal dengan Mamuju, Polmas (Polewali Mamasa), dan
Polman (Polewali Mandar)? Kalau rajin nonton acara berita di SCTV saban tengah
malam, pasti deh sering dengar Polewali Mandar. Entah karena banjirnya, atau
soal kasus kriminalitasnya. Hehehe..
Nah, tapi kalau Majene, sepertinya jarang ada yang tahu. Tapi wajar
saja, sebab kabupaten ini memang pemalu. Majene, kata pacar saya, adalah
kabupaten terkering dan termiskin di Sulbar. Sementara Polman, Polmas, dan
Mamuju sudah mulai maju dengan sumber daya alam dan perdagangan, tidak demikian
dengan Majene.
Majene adalah tempat yang asyiiiiiiik banget untuk menyepi, karena
memang benar-benar sepi. Saya membayangkan daerah-daerah di Laos sesepi ini. Mobil
dan bus aja jarang-jarang lewatnya. Asoy kan ya, tenang pisan di sana.
Sepii |
Warung pinggir jalan |
Pertama, saat naik bus Pipos dari terminal Daya Makassar menuju Majene. Begitu
bus akan berangkat, tiba-tiba ada seorang kakek tua pakai baju koko dan peci
masuk dan berdiri di dekat posisi sopir. Saya awalnya mengira si kakek ini
bakal minta sumbangan. Apalagi doi bawa segepok kertas macem dokumen gitu. Eh ternyata..
“Assalamualaikum.. Marilah sebelum berangkat, kita sejenak meluangkan
waktu untuk berdoa bersama. Berdoa, mulai..”
Jreeengggg. Saya yang bengong lalu nengok ke samping. Pacar saya kelihatan
angkat dua tangannya untuk berdoa. Begitu pun mbak-mbak yang duduk di belakang
saya. Menengok ke luar bus, tampak Eri, adik si pacar, menertawakan saya sambil
mengangkat dua tangannya. Ia memberi tanda bahwa saya mesti melakukan hal yang
serupa.
Akhirnya saya pun baca Al Fatihah dan Ayat Kursi. Kelar amin, saya
buru-buru nanya ke si pacar. Ternyata, memang demikian aturannya. Ada sesi baca
doa bersama dulu sebelum bus berangkat. Yang lucu lagi, di bus Pipos, laki-laki
dan perempuan yang tak saling kenal, tak boleh duduk bersebelahan. Bukan
muhrim, kakaaak..
Bus Pipos |
Lalu ada lagi nenek penjaga toilet di terminal Pare-pare yang bus kami
singgahi di perjalanan. Si nenek itu udah mangkal di sana sejak pacar saya
masih SMA. Dia biasa berdiri atau duduk di toilet, dengan mata terpejam seolah
sedang tidur. Tapi jangan sekali-sekali kamu mengecohnya, karena doi ini
semacam punya mata batin. Mau bukti? Coba saja kelar pipis lewatin dia tanpa
membayar sejumlah duit. Pasti dia –masih dengan mata merem- bakal nyeletuk, "Sudah, nak? Seribu..” Wakakaka
Nenek penjaga toilet di Terminal Pare-pare |
Islaminya Majene juga terlihat saat mama, tante, dan para sepupu pacar
saya menjemput kami saat turun dari bus. No no, bukan karena kami ini tamu
kehormatan atau artis. Tapi karena si pacar datangnya berdua dengan saya. Sementara
di Majene, laki-laki dan perempuan enggak boleh berdua-duaan. Apalagi itu jam 3
pagi. Yah, enggak selamanya wajah polos saya ini berguna buat ngeles
kalau-kalau dicegat sama akamsi..
Di Majene juga kita sebaiknya pakai pakaian yang sopan. Singkirkan dulu
celana pendek dan kaos hula-hula (cuma saya yang tau maksudnya ngahahaha) saat
ke pasar tradisional, atau pun main ke rumah sodara yang rumahnya tetanggaan. Penduduk
di sini pakaiannya sopan-sopan dan tertutup, makanya akan aneh kalau kita
nyeleneh sendiri di sana.
Soal alamnya, wah, empat jempol deh buat Majene. Betul-betul kece deh
ini tempat. Saya cuci mata karena jalan dikit saja dari rumah sudah nemu pantai
dan gunung. Belum lagi ada air terjun yang lokasinya enggak terlalu jauh dari
pemukiman penduduk. Beuh, mantap banget. Cuma yah, karena gunung dan pantai
sebelahan di sana, udaranya jadi agak gado-gado. Kadang bisa dingiiiin banget,
tapi juga bisa mendadak panas membahana. Sering-sering saja pakai lotion biar
kulit tetap mulus dan seksih.
Kalau mau ke Majene, kita bisa naik pesawat sampai ke Makassar, dilanjut
naik bus dari Terminal Daya selama 7-8 jam sampai Majene. Bisa juga naik
pesawat sampai Mamuju, dilanjut bus selama dua jam sampai Majene. Harga pesawat
dari Jakarta ke Makassar mulai dari Rp 650 ribu. Sedangkan harga busnya yang AC
Rp 120-150 ribu.
Baca juga: Kuliner Khas Mandar Sulawesi Barat
Baca juga: Kuliner Khas Mandar Sulawesi Barat
View dari warung pinggir jalan di Majene |
Museum Mandar |
Comments
Post a Comment