Episode Hamil: H-3 Bulan

Tak terasa tiga bulan lagi.

Saya akan jadi emak dan pastinya itu akan banyak mengubah rutinitas saya sehari-hari. Yang sebelumnya saya bisa bergerak ke mana saja, pelesiran sesukanya, makan-belanja-nonton sendiri dengan tenang, nantinya pasti (untuk sementara) tak akan bisa. Mungkin begitulah seharusnya. Ada hal yang kita relakan atau lepaskan sebagai kompromi, ketika kita melangkah untuk hal yang lebih baik lagi.

Lebih baik lagi, menurut saya, karena inilah yang saya inginkan. Saya punya anak bukan karena diteror orang sekitar maupun suami. Yah, walau memang suami yang begitu menggebu-gebu punya bebi sampai baca doa mulu setelah having sex, tapi saya pun kepengin punya anak. Sudah diniatin begitu, jadi ya dinikmati sajalah segala perubahan yang terjadi.

Perubahannya sih bukan ke fisik, ya. Karena saya belum juga mengalami kenaikan berat badan yang ideal setelah masuk bulan ke-6 kehamilan. Tapi lebih ke mental. Kemarin-kemarin saya sempatkan jalan-jalan seorang diri (sama si dedek, ding) untuk sekadar tanya ke diri, apa aja sih yang saya mau dan mesti dicapai sebelum saya melahirkan September nanti?

Ternyata enggak muluk-muluk, saya pada akhirnya hanya pengin menikmati setiap detik kehamilan ini dengan bahagia, dengan perhatian dari orang-orang dekat.

Awalnya saya sempat membayangkan itu tak mudah, tapi ternyata saya salah. Untuk bisa berdamai dengan perubahan-perubahan itu, saya mesti tak melulu komplen pada orang, tak mudah naik pitam (parah-parahnya pas trimester pertama), dan menyenangkan diri sebaik mungkin. Ternyata bisa lho, walau kadang orang lain mesti dijelasin dulu kenapa saya kadang resek di luar kendali hahahaha...

Yah, saya mesti terus mengingatkan ke orang di sekitar, kondisi kehamilan tiap perempuan berbeda. Saya mungkin diberi kelebihan berupa kekuatan fisik, sehingga tetap bisa kerja sambil ngurusin rumah dan ngemall walau perut sudah membuncit, bahkan ke luar kota dan nyeberang pulau. Sementara sepupu, tante, juga kenalan saya, sampai mesti resign dan bedrest (bahkan hingga 8 bulan) karena kondisi kehamilannya lemah. Apa enaknya coba, ngemall dibatasi hanya 1 jam?

Tapi yang sampai sekarang gagal saya pahami adalah bahwa saya kini punya kadar emosional yang serbatinggi. Sehingga jadi mudah jengkel, marah, nangis, terharu, sedih, tersinggung, hanya dalam hitungan detik. Mereka yang kenal banget saya pasti tau, itu efek hamil, dan karenanya maklum. Apalagi si bojo. Beuuuuuuh semacam udah pakai perisai kali buat ngelawan emosi saya dengan guyonannya.

Yah saya hanya pengin bilang alhamdulillah aja atas semua nikmat ini. Alhamdulillah karena sore ini saya masih bisa ngeblog di kantor sebelum telepon narsum, sebelumnya mampir beli sate kambing ditemenin bojo, dan sejak dini hari tadi masih kuat ngeladenin curhatan temen-temen di whatsapp. Masih bisa nge-love interior pinky di Instagram, dan baju-baju hamil yang lucuk.

Pada akhirnya saya memang harus bisa bahagia sendiri, enggak boleh menuntut orang untuk 'ingat' bahwa saya lagi hamil, apalagi 'peduli' akan itu. No. Peduli akan kehamilan saya itu bukan kewajiban mereka. Tapi kewajiban saya dan si bojo, yang tentu tanpa dipaksa pun sudah pasti akan kami penuhi.

We love you, bocil. Tanpa kami bilang begini setiap saat pun, kamu pasti tau kami sayang banget sama kamu.


Comments