Gara-Gara Ayu Utami


Saya ingat puluhan tahun lalu (OMG saya sudah 30). Dalam pelajaran Agama, saya bertanya pada Bu Ashoma, almarhum guru SMA yang jago baca pikiran orang. “Seberapa wajibkah menikah bagi seorang muslim? Apa dosa yang harus saya tanggung bila tidak ingin menikah?”

Bu Ashoma terlihat enggak kaget dengar pertanyaan saya itu. Ya karena beliau orangnya nyentrik dan cukup terbuka sebagai guru agama, sih. Saya lupa jawaban persisnya. Tapi kira-kira, beliau bilang bahwa banyak hal baik yang akan kita dapat setelah menikah. Kalau tidak, tentu itu tidak menjadi sunah Rosul.

Karena sedang jatuh cinta pada novel-novel Ayu Utami yang pada masanya begitu mengobrak-abrik jiwa, saya tak lantas percaya pada jawaban Bu Ashoma. Pokoknya saya mau melajang. Titik. Pacaran nggak apa-apa, seperti Ayu Utami dengan Erik. Tapi enggak usah kawin. Karena pernikahan itu belenggu. Penjara. Sumber nestapa. Kalau sudah menikah, kamu tidak akan bisa lagi menikmati kebebasanmu. Kamu akan menjadi pelayan suamimu di dapur dan ranjang. Ih ogah banget, kata Vitri remaja. Mestinya suami dong yang melayani istrinya di ranjang muahahahaha

Belakangan saya membaca buku Ayu Utami lainnya. Yang judulnya Pengakuan Parasit Lajang. Isinya sungguh membuat saya tak tahan membacanya sampai akhir. Mbaknya hanya memamerkan sederet pengalaman seksnya yang penuh lenguh dengan sejumlah pria. Tapi ujung-ujungnya, dia menikah juga. Hih trus yang dulu kamu tulis itu apa, Mbak? Fiksi?

Niat hati mau protes. Tapi apa daya, saat membaca itu saya sedang hamil. Lho saya kawin juga, ternyata. Wakaka.. Mamam dah! Dan sialnya saat membaca itu saya tengah merasa sangat hepi. Atas pernikahan, kesadaran saya untuk menikah, sosok lelaki yang saya nikahi, dan kesadarannya juga untuk memperistri saya yang aneh dan menyebalkan ini. Eh tunggu, tunggu. Kamu dalam kondisi sadar kan, Dolphin?

Seorang kawan pernah bertanya. Apa yang membuatmu merasa bahwa pacarmu layak untuk dikawini? Dia bertanya begitu karena belakangan, di Instagram banyak sekali berita soal pelakor dan lelaki titit gatel. Dia takut menikah. Dia tidak mau menikah kalau ujung-ujungnya dia malah akan punya lebih banyak masalah. Dia maunya menikah itu menambah kebahagiaan saja. Kalau masih sedih, ngapain menikah cepet-cepet? Katanya sih gitu.

Sebenarnya ya cuk, sebelum ngomongin pernikahan itu kita mesti udah selesai dulu dengan konsep hubungan. Dan punya wishlist yang saklek tetapi sejalan dengan pasangan. Perkara ada masalah atau nggak dalam menikah, yo kabeh ono lah cuk. Emangnya pernikahanmu cuma buat seneng-seneng atau nyenengin orang? Mati koen.

Saya yang enam tahun bersama si bojo ini aja masih sering berantem kok. Penyebabnya sepele pula. Misal, karena rebutan hanger pakaian, atau karena dia pakai piring pink saya. Tapi kalau perkara yang besar-besar ya sudah selesai semua. Termasuk soal badan saya yang besar ini. Enggak papa katanya, karena dia bahagia lihat saya makan banyak. Wkwkwk nek ini saya ngarang.

Yang jelas satu hal yang saya syukuri dari bojo saya, begitu juga sebaliknya. Adalah kami terus belajar untuk saling percaya. Saya bilang terus belajar, karena memang ini hal yang paling tidak mudah dalam sebuah hubungan. Tapi karena saya cinta ya saya mesti percaya. Urusan saya adalah sayang sama dia dan mempercayainya. Perkara kepercayaan kita diperlakukan seperti apa, itu urusan pasangan kita. Kan Tuhan selalu lihat dan tau. Itu aja sih. Pun si bojo, ya, Jo. Kamu jangan curigaan kalau saya seharian di kantor. Masa iya harus vidcall terus sih buat buktiin kesetiaan adek.. Eciye.

Kalau ada teman yang kemudian berantem dengan bojonya dan lantas curhat, saya anggap itu wajar. Justru baik karena dia mau mencari solusi atas pernikahannya, tidak malah menyelesaikan masalah dengan masalah (apa sih apaaa.. woi!). Maksud saya enggak malah selingkuh, gitu lho. Ya cukup tau sih, godaan setelah menikah itu banyak banget ya cuk.

Selingkuh is big no no. Dalam bentuk apapun. Meski sekadar kirim emot cium atau mancing-mancing chat di Facebook itu juga udah enggak pantas kali dilakukan. Pertanyaannya, emangnya kamu mau kalau pasangan kamu diam-diam (sekadar) chat iseng atau malah saling kirim foto? Maukah? Jika tak merasa bersalah melakukannya, atau bahkan tidak takut untuk mengulanginya, mungkin sudah saatnya kamu pergi dari dunia ini. Eh maksudnya minta ampun gitu ke pasangan.

Ya kalau Tuhan sih emang Maha Pengampun ya. Kalau kita manusia mah apa. Brewok suami yang dicukur abis aja bisa bikin kita merong-merong, wkwkwk.

Kembali ke alinea pertama, jadi kenapa saya mau menikah? Kenapa wahai, Soledad? Tak ada alasan selain karena saya percaya, hanya dia yang mau sama saya. Wkwkwk. Yang mau tahan dengan saya yang suka ngapa-ngapain sendiri, suka lupa kasih kabar, najong cueknya, cakep tanpa sebab, sering manja level lima, dan malas pakai baju sopan. Eh. Wkwkwk. Kamu itu walau super resek dan menyebalkan tapi sabar banget Dolphin sumpaaaaaaaaaaah hahahaha

Enggak sih, sebenarnya alasannya itu saja. Saya sayang kamu, Dolph. Kamu itu, walau dulu kubenci dan amit-amit banget reseknya hih!, tetap yang terhebat buat saya. Dan akan selaluuuuu begitu. (Ya iyalah wong kita sama anehnya akakaka). Huhuy!


Comments