Kuasa Lipstik Atas Tubuh Perempuan. Menguatkan atau Melemahkan?

Saya ingat sekitar empat tahun lalu, saat pada sebuah malam saya memakai lipstik warna merah kecoklatan saat makan di deket kosan saya di Tebet. Si bojo -waktu itu masih pacar-, meledek saya terus. Sedikit-sedikit, dia juga menoleh ke arah saya, lalu tertawa dengan nada menyebalkan. Tak lama, dia bernyanyi. Ya, bernyanyi di dalam warung penjual roti bakar. "Bertamasya ke binaria.."

Jeglerrrr... Kalau ini kartun, pasti di tangan saya tiba-tiba sudah ada sapu yang bisa ditebak, akan saya sodokin ke si pacar. "Gue ngerti maksud lo!" wkwkwkwk

Saya yang superkesal, gabisa menahan omelan. Saya bilang janganlah dia bereaksi menyebalkan dengan lipstik yang saya pakai. "Memang kenapa kalau aku pakai lipstik merah?". Dia masih tertawa. Ya, selalu begitu karena baginya saya kocak kalau marah. "Enggak, saya lebih suka kamu enggak pakai warna yang seperti itu."

Saat itu juga saya jelaskan padanya kalau saya memakai lipstik bukan buat dia. Tetapi buat diri saya sendiri. Karena saya senang. Saya merasa mood saya seketika baik. Saya merasa lebih cakep. Dan tentunya saya merasa memakai lipstik bisa membuat saya lebih percaya diri.

Tak mudah mengakui ini, tetapi saya pernah ada dalam fase krisis percaya diri. Penyebabnya karena body shaming.. banyak komentar orang soal fisik saya (dan herannya yang ngomong itu PEREMPUAN juga OMG!!) yang emang menggemuk setelah di Jakarta, juga karena habis patah hati ditinggal kawin. Wkwkwk. Buat banyak orang, bullying fisik mungkin bisa diobati dengan belanja, mabok, ke salon, traveling, atau mungkin bekerja. Well saya sudah mencoba banyak, tetapi memang nyatanya perasaan rendah diri itu tidak mudah dihilangkan begitu saja.

Ada banyak hal yang berseliweran di pikiran ketika orang merundungmu secara fisik. Hebatlah kalian yang bisa menghadapi itu dengan santai, tanpa harus baper. Tapi saya jujur saja baperan soal fisik, jadi apapun yang orang katakan pernah sangat mengganggu dan lambat-laun membuat saya merasa tidak menarik sama sekali. Sungguh, masalah kepercayaan diri tidak ada kaitaannya dengan capaian karir, percintaan, maupun keuangan (ramalan zodiak banget anjir).

Saya di satu sisi merasa bahagia karena bekerja di tempat dan posisi yang saya inginkan, punya keluarga yang sangat menyenangkan, sahabat yang entah gimana saya menyatakan cinta iniiiii *huekk wkwk, juga pacar yang selalu bilang bahwa dia mencintai saya tanpa peduli warna lipstik atau blush on yang saya pakai (lha wong ancen kowe ga mudeng lipen og kak).

Tapi ada saatnya satu omongan orang soal fisik jadi begitu mengganggu, dan membuat saya merasa buruk banget. Ya gitu deh, saya jadi iseng aja nyobain lipstiknya Nindy. Apa ya waktu itu, lupa hahaha.. Pokoknya setelah itu saya mulai deh beli dan pakai lipstik, sampai akhirnya merasa ketagihan, seneng, beli lagi, tambah seneng, beli lagi, dan ujung-ujungnya saya merasa bodo amat sama omongan orang soal fisik. Hahahaha

Setelah doyan lipen, saya pun jadi belajar pakai bedak. Dulu mah enggaaak.. Trus berlanjut jadi punya eyeliner, blush on, eye shadow, pensil alis, maskara, dll. Duuuh ternyata mainan kosmetik itu seru banget. Nggak tau apa ada hubungannya dengan kesenangan saya menggambar, tapi saya menikmati banget tuh semua tahap make upin muka. Semacam bermain, dengan wajah kita sendiri sebagai medianya.

Jadi saya agak gimana gitu sih kalau ada teman yang kemarin bilang kalau dia kasihan pada perempuan yang boros di dandanan demi bisa tampil maksimal. Kata dia, kalau cowok memang jatuh cinta pada kita, bukan fisik yang utama, tetapi kenyamanan. Bahwa pribadi kita yang lebih penting dan karena kita "natural".

Well, saya enggak setuju dengan sebagian besar pendapat itu. Pertama, perkara dandan dan "ketertarikan lelaki pada fisik" adalah dua hal yang berbeda. Plis deh, jangan semua hal yang kita lakukan -termasuk dandan dan tampil keren- itu kita perempuan lakukan buat laki-laki.

Kita perempuan yang otonom kok. Kita punya sikap, punya kemauan, dan punya kesadaran untuk memilih cara yang membuat kita bahagia. Kalau cara kita senang adalah dengan dandan, memangnya kenapa? Kalau saya bisa beli make up dengan uang saya sendiri "demi tampil maksimal", letak "perlu dikasihani"-nya di mana?

Saya justru heran kalau ada perempuan yang mengkasihani perempuan lain karena hal semacam ini. Heran juga kalau ada perempuan yang sampai mengubah sejumlah hal dari dirinya demi laki-laki.

Banyak orang mungkin menganggap perempuan sebagai korban industri kecantikan. Yang menuntut perempuan untuk "tampil maksimal": berkulit putih, berhidung mancung, langsing, dan berbetis jenjang. Tapi menurut saya, tidak ada yang salah bila perempuan mau dan ingin terlihat lebih cantik. Suka-suka dia, lah. Sekali lagi, jangan melulu berpikir soal "male gaze": bahwa semua hal dilihat dari sudut pandang laki-laki. Bahwa kecantikan perempuan didefinisikan oleh laki-laki.

NO. Jangan melulu berpikir bahwa kami perempuan serendah itu. Ngapain kami sekolah tinggi-tinggi, baca banyak buku (bahkan lebih banyak dibanding yang dibaca laki-laki, mungkin), jalan ke banyak tempat, kalau pakaian dan make up yang kami pakai sebatas agar menarik di mata laki-laki? Lalu kenapa juga kami perempuan yang bekerja tak kalah keras dari laki-laki, lalu ingin menyenangkan diri dengan make up dan pakaian kece, perlu dikasihani?

Orang banyak yang lupa, melihat baju dan kosmetik sebagai salah satu sarana ekspresi diri. Saya memang kadang tampil tanpa make up, tapi saya merasa lebih bahagia dan power saya bertambah bila saya dress up dan memulaskan make up. Yaaa mungkin para feminis gelombang kedua bakal mencibir ini hahaha..

Bukannya saya lupa isi buku The Beauty Myth-nya Naomi Watts. Atau teori liyan-nya Simone de Beauvoir. Kata bu Beauvoir juga, perempuan yang mempercantik diri tak ubahnya menjadikan dirinya sebagai objek seksual. (Kalau ibu hidup di zaman now dan kenal lipen matte dan lip cream, pasti pengin icip deh...wkwk)

Tapi bagaimana bila memang perempuan -dengan segala kesadarannya (bukan false consciousness ya) memang sengaja mempercantik diri? Bagaimana jika perempuan memang ingin menaklukkan dunia -dan tatapan laki-laki dengan seksualitasnya? Bagaimana bila perempuan-perempuan perkasa -secara ekonomi dan prestasi, memang ingin membahagiakan dirinya dengan secuil dua cuil (atau bahkan berjuta cuil muahahahahaha) lipstik?

Apa yang salah? Apa yang perlu dikasihani? Pernah dengar kalimat ini, kan? Men-judge seseorang tidak mendefinisikan siapa orang itu, tetapi menjelaskan diri kamu yang sebenarnya?

So please.. Please stop judging others..

Comments

Popular Posts