Cinta Nazar untuk Neneng

I've made you a deal, when she's gone. And I know she's safe then.. (Frank Tupelo said to the police - The Tourist)

Entah kenapa kalimat Frank Tupelo (Jhonny Depp) di film The Tourist itu terngiang-ngiang di kepala saya. Bagi yang sudah menonton film itu mungkin masih ingat. Kalimat itu diucapkan Frank saat ia sedang dikepung Interpol. Terdesak sedemikian rupa, buron Interpol itu pun akhirnya angkat tangan. Ia bersedia menyerah, asal istrinya, Elise, nggak diapa-apain aparat.

Saya membayangkan, di sebuah sudut kota di Cartagena 10 Agustus lalu, Muhammad Nazaruddin juga akhirnya mengaku kalah. Ia konon dibekuk Interpol Kolombia saat akan keluar dari kota itu dan menuju ke Bogota, untuk menonton pertandingan sepak bola.

Sang istri yang jelita, Neneng Sri Wahyuni, mulanya disebut-sebut ada di sampingnya saat pembekukan. Namun pada akhirnya kita tahu, tak ada sosok Neneng dalam pesawat Gulfstream yang menyeret Nazar ke tanahair. Lalu di mana Neneng?

Sebuah pikiran menuntun saya membayangkan Nazar -layaknya Frank Tupelo- meminta ampun pada aparat asal sang istri tak disentuh hukum sama sekali. Dan karena permohonan Nazar itulah aparat bersedia melepaskan (untuk sementara) Neneng yang juga berstatus tersangka korupsi. Tentu pemikiran saya terlalu bodoh dan dangkal. Tapi itulah yang saya pikirkan.

Setelah sang suami resmi jadi tahanan KPK, ada di mana ya, ibu tiga anak itu saat ini. Sudah amankah dia? Baik-baik sajakah? Atau justru dia kini sedang bersembunyi di suatu tempat, dibisiki aparat agar menuruti skenario yang sudah tersedia di meja? Karena jika tidak, nyawa suami dan tiga anaknyalah yang jadi taruhannya.

Dalam The Tourist, Frank pada akhirnya berhasil lolos dari bekukan Interpol, dan bisa membawa pergi Elise keluar dari Italia. Tapi kita tahu, Nazaruddin tidak seberuntung itu. Ini adalah dunia nyata, di mana agak mustahil kiranya bagi seseorang bisa lolos dari sergapan petugas Interpol. Ini adalah dunia nyata, di mana uang sebanyak apapun tidak menjamin anda sebagai penjahat bisa aman bersembunyi sampai kapan pun.

Di mana pun Neneng berada saat ini, saya yakin dia menyesal karena tidak bisa mengunjungi suaminya di sel penjara di Depok sana. Neneng mungkin beruntung karena aparat belum merasa perlu menangkapnya dan menjebloskannya ke penjara. Tapi saya rasa, di balik keberuntungannya itu, ada satu yang dikorbankan Neneng. Dia tak bisa leluasa menghubungi suaminya, apalagi menjenguknya di Rutan Mako Brimob.

Tak ada yang tahu sedalam apa hubungan Nazar dengan istrinya. Tapi saya sangsi kalau hubungan mereka biasa saja. Karena Nazar kini di penjara dan Neneng entah di mana. Dalam delapan puluh hari pelarian mereka di tiga benua dan mereka selalu bersama, saya rasa kita tahu jawabannya.

Saya nggak sedang menaruh simpati pada pasangan buron itu. Saya cuma tertarik menebak-nebak, mengapa aparat sampai membiarkan Neneng pergi, padahal mereka tahu ia adalah tersangka korupsi kasus PLTS di Kemenakertrans. Agak aneh saja bagi saya, membayangkan Neneng dilepas begitu saja oleh aparat di Cartegena.

Karena sampai sekarang kronologis penangkapan Nazar masih abstrak, saya pun hanya bisa menduga ada beberapa hal yang coba disembunyikan aparat dari penangkapan tersebut. Dan satu dari beberapa hal itu adalah "deal" antara aparat dengan Nazar, mengenai status tersangka Neneng.

"So you love me?" Frank asked to Elise.
"Yes I do," Elise answered, in the end.

Comments