"Banyak Orang yang Megang Duit Rp 50 Ribu Saja Nggak Pernah.."

Semalam di Grup M, saya, Ali, Alien, dan Mami, sedikit adu kata-kata, hehe.. Berawal saat Mami bilang ingin menonton konser Westlife, 5 Oktober 2011. Saya pun bilang, tiket termurah, Rp 600 ribu, sudah habis.

Si Ali tiba-tiba nyeletuk. "Kebayang nggak kalau uang itu ada di tangan orang lain? Yang megang uang Rp 50 ribu aja nggak pernah?" tanya dia.

Ah, oke. Mungkin sebenarnya dia nggak berniat buruk dengan nyeletuk seperti itu. Tapi saya kok merasa gimanaaa, gitu ya? Hehe.. Saya pun langsung bertanya, "Maksudnya apa?". Alien pun bertanya hal yang sama. "Maksudnya apa, Al?"

Sepertinya sadar dia habis mengucap sesuatu yang sedikit sensitif, Ali cuma jawab begini. "No no no. Forget it! It's only words."

Sebagai wartawan, hehehe, saya nggak puas dengan jawaban dia. Saya akhirnya bilang begini, "Al, saya itu setengah mati lho menabungnya, hanya demi bisa nonton konser seharga ratusan ribu.."

Pendapat saya diamini Alien. "Kami boleh aja menghabiskan uang Rp 500 ribu buat konser, dan kamu untuk beli kamera. Kalau kasar-kasaran, harga kamera kamu lebih mahal lho, dari harga tiket konser. Hehehe.."

Kami; saya, Alien, Ali, Mami, memang ada di dua "kubu" yang berbeda. Saya kerja di Tempo, Alien di RCTI, Ali di Kemenkes, dan Mami di Kementerian PU. Kami berangkat dari Lembaga Pers Mahasiswa yang sama, namun memilih jalan karir berbeda.

Seperti yang pernah saya bilang pada Ali, masalah uang sedikit sensitif buat saya. Kalau mau blak-blakan, Ali dan Mami yang bekerja di Kementerian tentu punya pendapatan yang bisa jadi 2x lipat pendapatan saya sebulan.

Masih ditambah dia rapat dapat duit, lembur dapat duit, ke luar kota dapat duit, yang jumlahnya kadang nggak masuk diakal. Saya tahu soal ini karena saya tahu pengeluaran Kementerian saat sama-sama bertugas di luar kota. Dan kadang saya merasa sakit, saat tahu rekan PNS seperjalanan saya mendapat duit jutaan hanya dalam satu acara ke luar kota.

Sementara saya benar-benar hanya hidup dengan gaji bulanan saya. Hahaha.. Iri? Nggak, saya tegaskan. Saya hanya gemas dengan jumlah duit yang didapat mereka, yang kadang tidak rasional, sementara banyak orang yang memegang duit Rp 50 ribu saja nggak pernah :)

Ngomong-ngomong, soal uang Rp 500 ribu, meski saya sudah punya gaji sendiri, saya tetap menganggap itu uang yang sangaaaaat banyak. Dan nggak pernah tuh sekali pun saya menilai uang senilai itu, adalah uang yang sedikit.

Saya jadi ingat saat zaman kuliah dulu, di mana bapak sengaja hanya menjatah saya Rp 300 ribu sebulan, sementara saya butuh uang lebih dari itu untuk beli bensin Terios. Perhitungannya, si Teri butuh Rp 50 ribu untuk jalan selama 3 hari. Dan kalau dalam sebulan saya keluar 21 hari, maka saya butuh minimal Rp 350 ribu. Belum termasuk uang makan saya, dan uang bergaul. *halah

Maksud Bapak sebenarnya baik, kenapa hanya memberi duit saya pas-pasan. Itu karena Bapak ingin saya, entah gimana caranya, cari duit sendiri. Bapak juga ingin mengajarkan pada saya, bahwa cari duit itu ngujubile susahnya. Meski tiap pagi, bapak suka sambil lalu menggoda saya, "Terios masih ada bensinnya kan?" hehe..

Saya pun mau nggak mau melakukan dua hal: mengirit sejadi-jadinya, dan berusaha rutin kirim tulisan ke koran-koran seperti Kompas, SM, dan Wawasan. Satu-dua saja tulisan per bulan sudah lumayan, lah. Saya bisa dapat sekitar Rp 200-600 ribu. Plus, dapat tambahan Rp 50 ribu dari Fakultas, dan Rp 50 ribu dari universitas per tulisan saya yang dimuat di koran.

Dan dalam mengirit, saya biasa lakukan dengan memasak sendiri, dan nggak sering nongkrong dengan teman. Pernah sih, ada teman yang menyindir dengan sadis, "Kamu ke kampus bawa mobil, tapi kok pelit banget sih jadi orang?"

Wuaaah. Saya saat itu pengin marah aja rasanya. Tapi saya cuma senyum, dan memberi penjelasan sedikit padanya. "Saya bawa mobil karena saya nggak bisa naik motor, sementara nggak ada angkot masuk ke perumahan saya. Dan saya ngirit karena saya nggak punya duit.."

Teman saya kayaknya nggak puas dengan jawaban saya. Tapi ya sudahlah. Nggak penting juga dia mengerti atau tidak dengan jawaban saya. Yang jelas saya bersyukur dengan cara bapak mendidik saya soal uang.

Pelajaran itu membuat saya tidak melupakan betapa banyaknya uang Rp 500 ribu, dan masih banyaknya orang di luar sana yang "megang duit Rp 50 ribu saja nggak pernah". Hehehe..

Comments