"Soal Waktu, Hanya Hakim dan Tuhan yang Tahu.."
Jakarta - Wajah I Nyoman Suisnaya pias. Tertunduk lesu, terdakwa kasus suap Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) itu mengaku kelelahan. Ia pun akhirnya "menyerah", tak sanggup melanjutkan sidang yang berlangsung hingga petang. "Kalau boleh, saya mohon saksi berikutnya diperiksa dalam sidang berikutnya, Yang Mulia," pintanya pada Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Sudjatmiko.
Meski wajah lelah sudah disuguhkan Nyoman, hakim tak lantas mengabulkan permohonan pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tersebut. Sidang pun diskors, untuk memberi kesempatan Nyoman menarik nafas dan menghimpun energi. Harapan hakim, setelah rehat, Nyoman kembali bugar dan siap disidang.
Satu jam ishoma ternyata tak membuat Nyoman sudi melanjutkan sidang. "Setelah makan dan istirahat, saya masih tidak dapat melanjutkan persidangan," kata dia. Sudjatmiko mencoba merayu Nyoman untuk bersidang, namun anak buah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar itu berkukuh emoh sidang dilanjutkan. Padahal, saksi kunci kasusnya, Ali Mudhori, sudah jauh-jauh datang dari Lumajang.
Tenaga Nyoman terkuras lantaran sidang baru dimulai sore hari, padahal ia sudah tiba di pengadilan sejak pagi. Ia mendapat giliran terakhir disidang, karena "nomer urut" pertama dipegang terdakwa kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Timas Ginting, dan nomer urut kedua dikuasai terdakwa kasus suap DPPID lainnya, Dadong Irbarelawan.
Nyoman mungkin tak perlu selama itu menunggu, jika "pasien" hakim yang pertama, Timas, bisa disidang tepat waktu, pukul 09.00. Namun karena sidang vonis Timas baru berlangsung pukul 10.30, efek domino pun terjadi. Tak cuma sidang Dadong yang molor, tapi Nyoman juga terpaksa menanti sekian lama untuk bisa dapat jatah disidang. Alhasil, sidang terakhir malam itu baru kelar sekitar pukul 23.00.
Tak pernah tepatnya jadwal sidang bukan kali itu saja terjadi. Beberapa waktu lalu, sidang kasus yang sama untuk terdakwa Dadong pun molor. Direncanakan mulai pukul 13.00, nyatanya sidang baru dibuka pukul 18.50. Penyebabnya, hakim masih sibuk menyidang perkara lain.
Gara-gara hakim pula sidang kasus korupsi Cirus Sinaga pernah ditunda. Kali ini, sebabnya salah satu hakim, Dudu Duswara, mendadak "hilang". Ketua Majelis Hakim Albertina Ho bahkan mengaku tak tahu keberadaan koleganya. Karena formasi tak lengkap, sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ketika itu pun akhirnya batal digelar. "Yah bagaimana lagi. Kalau saya sih siap saja. Tapi saya nggak bisa mimpin sidang sendiri," Albertina beralasan.
Para terdakwa pun akhirnya menyiapkan taktik masing-masing untuk menepikan jenuh. Dadong misalnya, kerap berjalan-jalan di seputar ruang sidang di lantai 1 Pengadilan. Kepala Bagian Evaluasi Program Direktorat Pengembangan dan Pembinaan Masyarakat Kawasan Transmigrasi (P2MKT) itu beberapa kali juga asyik mengajak ngobrol kerabat dan kolega terdakwa kasus lainnya.
Adapun terpidana kasus suap Wisma Atlet Jakabaring, Mohammad El Idris, saat masih menjalani sidang, biasa bercengkerama dengan keluarganya di ruang tunggu tahanan. Ia tampak sangat dekat dengan sang putri, Alessandra Usman, salah satu Runner Up Putri Indonesia 2010, yang hampir tak pernah absen mendampingi Idris bersidang.
Bekas Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharam, punya cara sendiri membunuh bosan. Bekas terdakwa kasus suap Wisma Atlet itu betah berlama-lama "nongkrong" di mushala pengadilan, sembari menunggu giliran disidang. Tak hanya rajin mendirikan shalat sunnah, Wafid juga rutin mengaji. Sesekali, ia juga membaca buku-buku agama miliknya, di mushala.
Ya, molornya waktu sidang memang seperti jadi kebiasaan di pengadilan, tak terkecuali Pengadilan Tipikor Jakarta. Bisa dibilang, tak pernah ada jaminan sidang bisa terealisasi sesuai jadwal. Seperti yang dikatakan pengacara Nyoman, Bahtiar Sitanggang, soal waktu sidang, "Hanya hakim dan Tuhan yang tahu...".
*published in Koran Tempo, on early March*
Meski wajah lelah sudah disuguhkan Nyoman, hakim tak lantas mengabulkan permohonan pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tersebut. Sidang pun diskors, untuk memberi kesempatan Nyoman menarik nafas dan menghimpun energi. Harapan hakim, setelah rehat, Nyoman kembali bugar dan siap disidang.
Satu jam ishoma ternyata tak membuat Nyoman sudi melanjutkan sidang. "Setelah makan dan istirahat, saya masih tidak dapat melanjutkan persidangan," kata dia. Sudjatmiko mencoba merayu Nyoman untuk bersidang, namun anak buah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar itu berkukuh emoh sidang dilanjutkan. Padahal, saksi kunci kasusnya, Ali Mudhori, sudah jauh-jauh datang dari Lumajang.
Tenaga Nyoman terkuras lantaran sidang baru dimulai sore hari, padahal ia sudah tiba di pengadilan sejak pagi. Ia mendapat giliran terakhir disidang, karena "nomer urut" pertama dipegang terdakwa kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Timas Ginting, dan nomer urut kedua dikuasai terdakwa kasus suap DPPID lainnya, Dadong Irbarelawan.
Nyoman mungkin tak perlu selama itu menunggu, jika "pasien" hakim yang pertama, Timas, bisa disidang tepat waktu, pukul 09.00. Namun karena sidang vonis Timas baru berlangsung pukul 10.30, efek domino pun terjadi. Tak cuma sidang Dadong yang molor, tapi Nyoman juga terpaksa menanti sekian lama untuk bisa dapat jatah disidang. Alhasil, sidang terakhir malam itu baru kelar sekitar pukul 23.00.
Tak pernah tepatnya jadwal sidang bukan kali itu saja terjadi. Beberapa waktu lalu, sidang kasus yang sama untuk terdakwa Dadong pun molor. Direncanakan mulai pukul 13.00, nyatanya sidang baru dibuka pukul 18.50. Penyebabnya, hakim masih sibuk menyidang perkara lain.
Gara-gara hakim pula sidang kasus korupsi Cirus Sinaga pernah ditunda. Kali ini, sebabnya salah satu hakim, Dudu Duswara, mendadak "hilang". Ketua Majelis Hakim Albertina Ho bahkan mengaku tak tahu keberadaan koleganya. Karena formasi tak lengkap, sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ketika itu pun akhirnya batal digelar. "Yah bagaimana lagi. Kalau saya sih siap saja. Tapi saya nggak bisa mimpin sidang sendiri," Albertina beralasan.
Para terdakwa pun akhirnya menyiapkan taktik masing-masing untuk menepikan jenuh. Dadong misalnya, kerap berjalan-jalan di seputar ruang sidang di lantai 1 Pengadilan. Kepala Bagian Evaluasi Program Direktorat Pengembangan dan Pembinaan Masyarakat Kawasan Transmigrasi (P2MKT) itu beberapa kali juga asyik mengajak ngobrol kerabat dan kolega terdakwa kasus lainnya.
Adapun terpidana kasus suap Wisma Atlet Jakabaring, Mohammad El Idris, saat masih menjalani sidang, biasa bercengkerama dengan keluarganya di ruang tunggu tahanan. Ia tampak sangat dekat dengan sang putri, Alessandra Usman, salah satu Runner Up Putri Indonesia 2010, yang hampir tak pernah absen mendampingi Idris bersidang.
Bekas Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharam, punya cara sendiri membunuh bosan. Bekas terdakwa kasus suap Wisma Atlet itu betah berlama-lama "nongkrong" di mushala pengadilan, sembari menunggu giliran disidang. Tak hanya rajin mendirikan shalat sunnah, Wafid juga rutin mengaji. Sesekali, ia juga membaca buku-buku agama miliknya, di mushala.
Ya, molornya waktu sidang memang seperti jadi kebiasaan di pengadilan, tak terkecuali Pengadilan Tipikor Jakarta. Bisa dibilang, tak pernah ada jaminan sidang bisa terealisasi sesuai jadwal. Seperti yang dikatakan pengacara Nyoman, Bahtiar Sitanggang, soal waktu sidang, "Hanya hakim dan Tuhan yang tahu...".
*published in Koran Tempo, on early March*
Comments
Post a Comment