Abraham Lincoln Vampire Hunter, Guyonan Tak Lucu Terhadap Sejarah

Astaga, Abraham Lincoln “dituduh” jadi pemburu vampir? Pertanyaan itu muncul di benak saya saat baca judul film yang disutradarai Timur Bekmambetov. Saya malah langsung membayangkan kalau ada presiden RI dibikinin film serupa: “Soekarno: Pembasmi Kuntilanak”, atau “Gus Dur: Pemburu Pocong”. Kok kayaknya nggak senonoh, ya? :D

Karena sudah telanjur ada di depan kasir Setiabudi 21, mau tak mau saya pun memilih film. Nggak tahu kesambet apa, saya milih untuk menonton film ini dibanding Brave. Harapan saya, semoga, kalau pun ide filmnya bangke, saya masih akan dibuat kagum dengan kemampuan bertutur Bekmambetov.

Dan pemirsa, ini adalah salah satu film aneh yang saya tonton. Ya Tuhan, saya nggak habis pikir pada orang-orang yang masih bisa menikmati film ini. Jujur saya bilang, saya nggak suka ide Lincoln sebagai pemburu vampir. Disgusting. Nggak banget lah film yang diadaptasi dari novel Seth Grahame Smith ini.

Yah, pada sepuluh menit pertama, saya masih betah menontonnya. Tapi sepuluh menit berikutnya, saya ketawa miris melihat adegan demi adegan yang disuguhkan. Ngakak sih ngakak, ya. Tapi ngakaknya itu karena saya geli lihat adegan nggak mutu film itu. Well, mungkin sense of watching horror movie saya memang buruk.

Saya masuk ke bioskop dengan pikiran Lincoln adalah salah satu presiden Amerika Serikat terhebat. Dia bisa memasukkan dan mengimplementasikan gagasan Amerika tanpa diskriminasi warna kulit dan meniadakan perbudakan. Bahkan kalau saya nggak salah ingat, si Lincoln ini juga sukses membawa Amerika bangkit dari krisis ekonomi dengan ide modernisasinya.

Dan sekarang, saya dipaksa menerima “kenyataan” bahwa dia seorang pemburu vampir di malam harinya? Ya Tuhan..

Sila saja jika ada yang terpesona oleh film ini. Sah-sah saja, toh memang ide ceritanya unik (kata lain dari aneh) dan keluar mainstream. Tapi sayang, menurut saya Bekmambetov gagal memadukan unsur fiksi dan nonfiksi dalam film ini. Terlalu mengada-ada kalau saya bilang. Atau mungkin usaha Bekmambetov sudah lumayan, tapi kurang rapi.



Bagi yang mau spoiler, Lincoln kecil dikisahkan kehilangan ibundanya yang meninggal karena digigit vampir. Menderita luka teramat dalam, Lincoln (Benjamin Walker) akhirnya berniat membalas dendam pada sang vampir. Ia pun berguru pada Henry Sturges (Dominic Cooper) yang paham betul taktik menghabisi makhluk penghisap darah itu.

Jadi begitulah, Lincoln dewasa adalah seorang lelaki dengan kehidupan misterius. Siang hari ia adalah pekerja di sebuah penginapan, sekaligus seorang politikus. Malamnya, ia dan kapaknya yang sudah dilapisi perak dan bisa berfungsi sebagai senapan (hihihihi..), menghabisi satu demi satu vampir yang tinggal di berbagai belahan Amerika.

Salah satu yang bikin geli adalah, dalam film ini anak ketiga Lincoln yang bernama William, dikisahkan mati karena digigit vampir cewek (saya lupa namanya). Padahal ya, di dunia nyata, putra Lincoln itu meninggal pada usia 11 tahun karena menderita demam typhoid. Haduh, haduh...

Saya sih sama sekali enggak menikmati ide-ide liar itu. Sumpah deh, risih banget membayangkan seorang Abraham Lincoln yang tersohor itu punya kehidupan malam sebagai pemburu vampire (jangan-jangan dia gurunya Buffy the vampire slayer, hehe..). Tapi sepertiga film memang menarik sih. Lumayan tegang, walau saya sering jijik lihat liur menetes dari mulut para vampir..

Oh ya, aktor dan aktris di film ini juga tampil sangaaaat biasa. Nggak ada karismanya sama sekali Benjamin sebagai Lincoln. Dia terlalu culun (saya sebenarnya pengin bilang dia bertampang bego), dan kurang pas sebagai Abraham. Kurang kurus juga ya, karena setahu saya Pak Lincoln itu ceking. Yang lumayan malah aktingnya si Cooper.

Baiklah, itu saja umpatan ketidaksukaan saya pada film ini. Pekan depan saya mau nonton Flowers of War dan Spiderman versinya Andrew Garfield. Semoga tak mengecewakan :)

Comments

  1. Kamu kaya aku pas nonton Clash of The Titans dan sekuelnya, The Immortals, dan Thor. Ganggu banget liat mitologi diutak-atik campur2 antara Theseus dan Perseus. Tapi kadang, sebagai penonton-cum-kritikus amatir, kita harus melepaskan diri dari segala emotional and knowledge attachment dan menganalisanya sebagai sebuah karya. Kenapa engga Calvin Coolidge, presiden yg lebih ngga terkenal :D
    Aku dibawah pengaruh Paracetamol nih nulisnya hahaha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bwahahaha.. Iya ya.. Mungkin protes kita lahir karena sejarah soal orang-orang tertentu udah begitu melekat di pikiran. Jadi ketika sejarah itu dibongkarpasang sesukanya, memori kita melawan. Iya sih, mungkin sebaiknya lebih "rileks" kita ya, pas nonton.. hehehehe

      Delete

Post a Comment