ABAH OTJE - Karena Domba Punya Rasa


Terkenal sebagai daerah penghasil domba, Kabupaten Garut justru tak mengedepankan daging hewan tersebut untuk wisata kulinernya. Di pusat kota, kami memang mendapati banyak pedagang makanan di kanan-kiri jalan. Namun alih-alih menjual makanan "berbau" domba, mereka justu menawarkan kuliner daging kambing.

Kami akhirnya mencoba menyusuri jalanan ke arah pemandian air panas Cipanas, sekitar lima kilometer dari pusat kota. Di Jalan Cipanas Baru itulah kami menemukan sebuah papan besar warna kuning bertuliskan "Awas Area Domba", lengkap dengan gambar domba Garutnya. Papan itu merujuk pada rumah makan Abah Otje, yang berada di seberangnya.

Tak berpikir lama, kami pun segera merapatkan kendaraan ke Abah Otje. Nuansa country langsung menyapa begitu kami memasuki rumah makan tersebut. Suasana pedesaan terasa, lewat hamparan sawah yang menyelimuti Abah Otje, pemandangan Gunung Guntur, dan bangunan utama berupa saung terbuka yang kaya ornamen kayu. Bahkan, karena ketika itu sudah masuk pukul 21.00 WIB, kami mendapat "bonus" suara jangkrik bersahutan.



Pemilik Abah Otje, Bonny Irvan Faizal, 40 tahun, akhirnya menjawab kebingungan kami ihwal tidak populerya kuliner domba di Garut. Kata lulusan Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran itu, kuliner Garut memang masih kurang pede menjual domba. Kadang, meski menggunakan daging domba untuk bahan masakannya, banyak penjual lebih memilih memampangkan kata kambing di spanduk rumah makan mereka.

"Kalau kami sih pede aja jualan daging domba," ujarnya saat ditemui Selasa petang lalu. "Menurut kami peternak domba, kalau kambing punya 'nama', domba punya 'rasa'."

Toh, kata Bonny, daging domba punya banyak keunggulan. Selain baunya yang tidak prengus seperti daging kambing, kandungan lemak pada daging domba tidak terlalu tinggi. Itulah sebabnya, jika dimasak dengan cara yang benar, daging domba aman untuk mereka yang berkolesterol tinggi maupun  penderita hipertensi. Kualitas daging domba Garut juga dikenal baik, karena merupakan hasil persilangan domba lokal dengan domba capstaad dari Afrika Selatan, dan domba merino dari Australia.

Di Garut, Abah Otje diklaim Bonny sebagai satu-satunya restoran yang menjual aneka olahan domba. Tak hanya nasi goreng dan sate domba yang ditawarkan restoran berusia tujuh bulan ini. Namun ada pula steak, lamb chop, lamb vajitos, serta kebab domba. Namun jika Anda tak doyan menyantap domba, Abah Otje -nama ini diambil dari nama peternak domba yang dihormati Bonny- juga menyediakan beragam olahan daging kambing.

Sesuai saran Bonny, malam itu kami memilih menu primadona Abah Otje, yakni domba bakar, domba goreng, dan tongseng domba. Pesanan itu datang dalam waktu yang cukup lama, sekitar 15 menit untuk satu menunya. Namun penantian itu berbuah manis. Tak satu pun masakan yang dihidangkan chef Adji Hidayat, mengecewakan.

Yang disuguhkan pertama ke meja kami adalah tongseng domba. Penampilan menu ini tak ada bedanya dengan tongseng yang banyak dijumpai di luar kota Garut. Namun soal rasa, kami tak ragu menyebut tongseng Abah Otje sebagai juaranya. Kuah tongseng domba Abah Otje tidak menggunakan santan, melainkan susu sapi murni. Rasa kuahnya yang gurih berpadu sempurna dengan potongan daging domba yang empuk dan tidak prengus.



Lidah kami juga dimanjakan chef Adji lewat racikan domba gorengnya. Menu ini disajikan dengan kentang bakar dan saus barbeque. Sebelum digoreng, daging domba terlebih dulu direndam bubuk paprika dan mustard. Setelah itu, daging domba dibaluri tepung terigu dan tepung roti, baru digoreng dengan api sedang. Bumbu panir itulah yang membuat domba goreng Abah Otje renyah dan mengobarkan nafsu makan.

Suguhan lainnya, domba bakar, tak kalah lezatnya. Sama seperti domba goreng, yang digunakan Chef Adji untuk menu ini adalah bagian iga domba. Iga yang sudah direbus hingga empuk, terlebih dulu dilumuri sejumlah rempah sebelum dibakar. Pantaslah Bonny pede merekomendasikan menu ini pada kami. Domba Bakar Abah Otje memang jagoan. Tekstur dagingnya lembut, dengan tingkat kegosongan yang pas.


Untuk sajian penutup, kami memilih yoghurt spesial Abah Otje. Meski dihidangkan dalam gelas, jangan bayangkan bisa menyeruput yoghurt ini layaknya minum biasa. Sebab yoghurt Abah Otje sangat kental, meski lembut di mulut. Karena tidak diberi perasa apapun, yoghurt dihidangkan dengan es krim stroberi dan lumeran sirup blueberry. Alih-alih eneg, paduan serbamanis itu malah membuat kami ketagihan.

Menurut Bonny, bahan dasar kuliner Abah Otje diambil dari peternakannya yang terletak di Ranca Balong, lima kilometer dari restoran. Setiap hari, ada 1-2 kambing dan domba yang diambil dari peternakan untuk diolah di Abah Otje. Sedangkan saat akhir pekan, domba dan kambing yang dipotong bisa 3-4 ekor. Umur domba dan kambing tersebut belum lebih dari 10 bulan, sehingga kandungan lemaknya masih sedikit.

Jika berlibur atau sekadar melintas di tanah Parahyangan, Abah Otje tak selayaknya Anda abaikan. Restoran ini buka pukul 10.00, dan tutup pukul 21.00. Namun saat akhir pekan, Abah Otje buka hingga pukul 23.00. Harganya tak mahal. Seporsi domba bakar misalnya, hanya dibanderol Rp 27 ribu. Sedangkan domba goreng dihargai Rp 28 ribu.

Ini foto-foto Abah Otje saat pagi:


Comments