Bukittinggi adalah kota di Indonesia yang paling ingin saya kunjungi. Saat SD, saya pengin ke sana hanya karena penasaran seperti apa sih Jam Gadang, hehehe.. Alasan yang mungkin remeh bagi orang lain karena demi itu, saya memutuskan cuti 9 hari pada awal 2013. Ya perjalanannya memang sebenarnya sudah setahun lalu. Cuma memang baru sempat nulis sekarang.
Saya pergi dengan dua sahabat, Nindy dan Dika. Keduanya sebenarnya belum sama-sama kenal. Sampai suatu malam, Nindy dan sana sepakat ke Bukittinggi dan Toba. Kebetulan pada saat yang sama Dika BBM saya, dan langsung mau gitu aja saya tawari gabung. Besoknya kami bertiga ketemu, dan ajaibnya mereka langsung cocok. Sama-sama mesumnya sih yaaa
Untuk menuju Bukittinggi, kami mesti ke Padang, karena tidak ada penerbangan langsung dari Jakarta ke sana. Karena Nindy mesti wisuda S2-nya di UI, dia memutuskan menyusul belakangan. Jadilah malam itu saya dan Dika menginap di kontrakan teman Dika di Padang. Baru paginya, kami naik travel AWR dari kota ke Bukittinggi.
Kami meminta travel diturunkan di daerah yang banyak penginapan. Hotel Singgalang Indah yang tarifnya Rp 180 ribu per malam jadi pilihan. Di sana kami mesti pesan kamar sendiri-sendiri karena bukan muhrim.
Saya udah jelasin ke uda penjaga penginapan sih, kalau saya dan Dika enggak bakal ngapa-ngapahin (aelah brooo Dika ini brooo), tapi dia enggak peduli. Bahkan walau udah saya bilang kalau pintu kamar dibuka aja enggak apa-apa, dia keukeuh meminta kami pesan kamar masing-masing. Ya sudahlah, Uni Dian, teman sekos saya di Jakarta, pun bilang, bahwa bagaimana pun, di mana bumi berpijak, di situ langit dijunjung. Artinya junjung langitnya pakai dua tangan ya, biar enggak berat.
Kelar taruh barang, saya dan Dika memulai misi menggemukkan badan. Yeah! Iya iya saya enggak tahu diri. *menatap lemak-lemak di perut* Sejak awal saya niat pengin cari makanan terkenal Padang tapi yang otentik. Halah.
Maka lontong sayur di warung pinggir jalan jadi pilihan. Kalau di Jakarta, lontong sayur biasanya sangat berminyak, dan kuahnya yang berwarna kuning agak orens amatlah kental. Lontong sayur Padang di Jakarta yang saya tahu berisi tahu, telur bulat, sayur labu, dan kerupuk merah. Tapi di Padang, lontong sayurnya beda karena berkuah agak bening dan berlauk sayur paku-pakuan.
Setelah ngopi dan brunch, tujuan berikutnya adalah Jam Gadang dan Pasar Atas (dibaca pasar ateh). Jam Gadang Minggu itu dilimpahi manusia. Banyak anak kecil, yang karenanya banyak juga terdapat pedagang mainan, kembang gula, balon, dan baju-baju lucu. Banyak juga manusia boneka (if you know what i mean). Kalau mau foto dengan mereka, kita mesti membayar Rp 20 ribu.
|
Lontong Sayur |
|
Es Durian |
|
Jam Gadang |
Puas di Jam Gadang dan mengantar Dika belanja di Pasar Atas, kami melanjutkan kuliner dengan memesan Es Durian. Sorenya, kami lanjut jalan ke Ngarai Sianok dan Gua Jepang. Fyi, Bukittinggi adalah kota kecil. Kita bisa saja berkeliling kota hanya satu hari saja. Kalau selo, kelilingnya pakai jalan kaki juga boleh.
Ngarai Sianok adalah tempat remaja Bukittinggi memadu kasih. Di sana memang tempatnya menenangkan, selain hawanya yang sejuk dan dingin. Di area Ngarai terdapat Goa Jepang, bunker yang dibangun tentara Nippon pada 1942 saat perang Asia Timur Raya. Goa Jepang punya banyak lorong yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, di antaranya menyiksa tahanan, membuang jasad, dll. Suasana di dalam goa sungguh sangat sangat tidak menyenangkan. Apalagi buat saya yang enggak suka ruang tertutup.
|
Ngarai Sianok |
|
Ujung lorong Goa Jepang yang menghadap ke Ngarai |
|
Goa Jepang |
|
The Great Wall-nya Bukittinggi dilihat dari Ngarai |
Sorenya saya dan Dika terus mengisi perut. Setelah menyantap seporsi Sate Padang yang gendut-gendut dan rasanya jauuuuuh lebih enak dibanding di Jakarta, kami menjajal Teh Talua. Teh Talua adalah teh telur yang konon baik untuk stamina. Saya suka rasanya, tapi tidak bau amisnya. Mungkin salah saya yang tidak mengaduknya rata jadi ada gumpalan telur di bagian bawah gelas.
Belum selesai di situ. Malamnya kami ke Martabak Mesir yang lokasinya tak jauh dari penginapan. Duuuuh enak banget martabak ini. Benar-benar layak kalau disebut Uda Anton sebagai salah satu penganan yang populer di sana. Tapi Dika masih lapar. Jadilah setelah nge-martabak, kami menuju warung dekat Martabak Mesir untuk membeli nasi goreng. Begah deh perut. Kenyang gilaaaaaa.
|
Yang ini Sate Padang doong |
|
Teh Talua |
|
Martabak Mesir |
Di Bukittinggi kami tak lama. Jadi turis dua hari di sana, kami sempat-sempatin untuk mengunjungi sejumlah tempat yang diincar. Misalnya Rumah Bung Hatta, Itik Sambal Ijo, Istana Pagaruyung, Bukit Harau, dan benteng Fort de Kock. Hari kedua Uci dan suaminya, Inu, datang bergabung. Mereka niat berbulan madu, dan akhirnya ikut mobil yang disewa saya dan Dika untuk jalan-jalan ke luar Bukittinggi.
walahhh mantap kali di bukit tinggi ini, jika ada cerita lainnya mampir donk ke Kirim Ceritamu
ReplyDelete