Menyesatkan Diri di Tongging, Surga Terpencil di Tepi Danau Toba
Tongging, Danau Toba |
Sudah hampir
tiga tahun terlewati, tapi sungguh, saya belum bisa melepaskan pikiran dari
Tongging. Bukan karena kemolekan tempatnya, bukan juga karena tempatnya
terpencil jadi “keren gitu kalau bisa menjangkaunya” (yah sedih deh sama
pendapat yang mengagungkan perjalanan ke remote area as the greatest travelling
experience). Tapi lebih karena perjalanannya bersama dua sahabat Isma *ngok*
Nindy dan Dika.
Buat yang
belum tau, Tongging adalah sebuah desa nan indah di Sumatera Utara sana.
Mengingat tempat ini, saya jadi ingat Edensor, desa impian Ikal dalam
tetraloginya Andrea Hirata. Ya, Tongging adalah impian yang bakal terus
menguntit jika tak diwujudkan. Tapi, beda dengan Ikal yang mengidamkan Edensor
sejak kecil, saya baru memimpikan Tongging setahun sebelum berangkat.
Alasannya
sederhana, karena sebuah kisah perjalanan yang saya baca di internet,
menyebutkan Tongging sebagai the best view point-nya Danau Toba. Maka berbekal pede akut dan kenekatan, juga
modal nanya-nanya ke siapa saja, kami pun berangkat ke Tongging dari Pulau
Samosir, Danau Toba.
Tapi ini
tantangannya: masalah transportasi. Perjalanan dari Samosir ke Danau Toba itu bisa lebih dari lima jam.
Kami juga harus ganti moda transportasi empat kali, dan... itu pun belum pasti
ada. Ketika pun ada, belum tentu angkutan umum tersebut masih “narik” sampai
malam. Dan.. Belum tentu juga angkutan umum itu bisa membawa kami sampai ke
penginapan. Nah lo.
Berangkat
bakda dhuhur, kami naik feri dari Samosir sampai pelabuhan Parapat. Dari situ,
kami naik bus ke arah Pematang Siantar, lanjut naik mikrolet ke arah Tongging.
PR banget bok karena mikroletnya ituuuuu ngehits banget! Udah kecil, sempit,
umpel-umpelan, ada lampu kerlap-kerlipnya, muter lagu semacam dangdut koplo,
dan udah gituuuu jalannya asoy banget lenggak-lenggoknya. Kok yaa gini amat
nasib saya..
Fiuhhh saya
jadi solehah banget lah di jalan. Banyak-banyak berdoa, sementara Dika di
sebelah saya malah anteng-anteng aja (curiga gue, doi pantatnya dipasangin
bantal antigoyang. Ah atau mungkin pantat doi udah kebas). Pun Kak Nindy,
kayaknya cool gitu duduk di depan sama abang-abang Karo. Sepertinya sepikan si
abang di mikrolet itu bisa bikin mikrolet jadi terasa mercy di benak Kak Nin.
angkutan umum ke Tongging yang gokil abis. Sampe ada yang berdiri gitu lhoooo |
Entah mau
sedih atau hepi, kami sampai juga di kampung tetangga Tongging. Tapi....
itu MALEM. Dan hujan deras, dan lapar, dan letih. Dan yang terparah adalah...
angkot menuju Tongging udah habis.. Ya owoooooh... *meratap di bawah air hujan*
Ada sih becak motor, ada... Tapi mahal banget itu, dan kami udah enggak punya
duit cash. Ishhhh ini malu sih ceritainnya.
Tapi
Tuhan Maha Iba. Akhirnya setelah memelas ke sana-ke mari, ada juga ibu pemilik
warung makan yang baik. Doi bantu kami
melobi angkot yang bisa mengantarkan kami ke Tongging, meski sebenarnya
trayeknya enggak ke Tongging. Kami hanya bayar sekitar Rp 8 ribu kalau enggak
salah, per orangnya. Wis jian tenan, muka udah cakep begini tapi isi dompetnya
bapuk -____-
Diiringi
hujan deras, angkot yang sopirnya baik hati itu pun mengantarkan kami ke Wisma
Sibayak, penginapan paling bener di Tongging. Itu bukan cottage apalagi hotel
bintang satu. Bukan. Ini lebih pada penginapan sederhana yang sangat membantu
orang-orang kayak kami yang udah kagak punya duit.
penginapan murah Wisma Sibayak, Silalahi, Tongging |
Tapi
suasana yang kami harapkan, kami dapatkan di sana. Gemericik aliran air sungai,
ketenangan, dingin khas pedesaan, dan suara derit jangkrik yang yah,
menenangkan sekali. Nafas pun begitu lapang, karena kualitas udara di desa ini
masih sangat bersih. Dan taukah permirsa, berapa tarif sewa semalam? Rp 85 ribu
sajah! Tereteteteeeetttt....
Dan
tibalah pagi hari, saat untuk pertama kalinya saya bangun lebih dulu dibanding
Nindy dan Diko. Saya pun jalan-jalan sendiri keluar penginapan,
menuju arah Danau Toba. Sepanjang jalan, saya
tidak bisa tidak terus bilang alhamdulillah dalam hati karena akhirya sampai
juga di sini.
Yap, ini
tempat memang indah banget. Cantiknya alami, belum ditouchup, instagenic,
menenangkan, dan... sederhana. Ya, sederhana, dengan
penduduk sekitar yang sangat ramah, dan helpful tentunya.
Di
sepanjang perjalanan pagi itu, saya main-main ke ladang tomat, hamparan rumput
dan bukit nan hijau milik warga, ketemu sapi-sapi lucuk, dan nemu satu gubuk
untuk duduk-duduk memandang Danau Toba lebih dekat. Ah, terima kasih Tuhan..
Terima kasih juga pacar, karena akhirnya ngizinin saya ngebolang delapan hari
kemari.
Senangnya melihat yang hijau-hijau iniii |
Tongging yang menenangkan |
no filter ;') |
coba bayangkan punya rumah dengan suguhan bukit teletubbies |
When the sky meet the hills |
Someday,
pengin banget ke sini lagi sama suami dan anak-anak. Pastinya enggak hanya satu
dua hari, karena kepingin banget dolan ke pasar setempat, jalan-jalan sore ke
ladang tomat, dan menghabiskan malam sambil dengar suara gemericik sungainya
yang ngangenin banget itu.. I wish we can.. Amiiin ;')
subuh di Tongging |
Ngangeninnya ituuuu... |
Toba Dream haha |
Nice!
ReplyDeleteKamu udah pernah ke Selabintana kak?
DeleteSubuh yang kudus di Tongging.
ReplyDeleteWooooh itu bagus rek kalau jadi judul. Puitis dan romantis Mas :D
DeleteApaan duduk anteng karena disepik. Cuma karena bisa duduk seperempat pantat dan ngga bs gerak kak. Selama 4 jam.... Pantat memar malamnya. Menerabas kabut hutan di Kabanjahe dengan gereja tua di kanan kiri itu rasanya whimsical sekali (apa ya padanan katanya). Will I do that again? Definitely. Tapi maunya sama kaliaaaaan *cium basah*
ReplyDeletelhoooo kok jadi pengin nulis yang Berastagi dan Kabanjahe ya boook... hihihi.. ayok berdoa moga bisa ke sana lagi ramai2 someday :*
DeleteYang Berastagi pake nulis acara ngambek dan pengorbanan makan sepiring berdua ya kak. Uuuuw..
DeleteMbak ada ga no tel wisma sibayak di tongging sumut
DeleteCoba ke sini ya @Usmanose: 081361690628 (Mr. Edi Sinaga)
Delete