Review Jakarta Undercover: Jakarta yang Gitu-Gitu Aja


Jakarta versi Moammad Emka dan Fajar Nugros, adalah kota yang menyimpan entah berapa juta rahasia yang sensual dan hedonis. Ada seorang perempuan anak koruptor yang memilih jadi pekerja seks komersial, seorang bandar narkoba dan pebisnis pelacuran kelas atas Ibukota, mas wartawan naif yang enggak pernah nongkrong dan enggak tampak punya teman, juga seorang transgender menggemaskan yang sepanjang film membuat saya pengin uwel-uwel manja.

Mas wartawan naif itu bernama Pras (Oka Antara). Man, kenapa sih namanya harus Pras? Hahahaha.. Bukan, bukannya saya ingat siapa gitu ya, tapi nama itu terlalu typical sebagai nama tokoh utama film dan sinetron Indonesia. Bahkan di bioskop sekarang ada film Surga yang Tak Dirindukan 2 yang tokoh utamanya juga bernama Pras.

Nama Pras, memang menyimbolkan sejumlah stereotip. Pras -yang biasanya bernama panjang Prasetyo walau mungkin aja Prasangka atau Prasasti- lekat dengan citra lelaki konservatif dari luar Jakarta, agak ndeso, alim, lurus, dan tidak suka vodka atau gin. Begitu pun Pras-nya Jakarta Undercover. Ia adalah wartawan majalah Merah-Putih yang berasal dari Jawa Timur. Ia idealis, suka mimik berkaleng-kaleng Heineken 0% (wong ya belinya di minimarket), tinggal di rumah susun yang penuh panci-panci bergelantungan, kelihatannya enggak suka bergaul, dan saban malam ditelpon ibunya untuk diingatin solat.

Mas Pras ini, ceritanya, mulai mengenal Jakarta undercover setelah berteman dengan Awink (Ganindra Bimo), transgender yang kelak mengaku bernama asli Fajar. Dari Awinklah Pras kemudian berkenalan dengan bandar narkoba dan pebisnis hiburan malam, Yoga (Baim Wong), pesta-pesta rahasia, juga prostitusi kelas atas (yang model transaksinya pake kertas diselipin di dompet pink).

Dari situ Pras yang gumunan saat clubbing itu akhirnya membuat proyek investigasi menyoal dunia esek-esek yang selama ini -di Jakarta versi Emka- jarang terekspos. Oke itu menarik. Seks memang salah satu unsur yang punya nilai berita tinggi.


Tapi tunggu dulu deh, ini impact berita yang ditulis Pras enggak besar kali, ya? Majalahnya terbit cuma 10 eksemplar kali, ya, sampai enggak ada sesuatu yang kemudian BOOOM, membuat polisi bergerak ngapain kek buat nggertak si Yoga. Ya iya sih akan ada asumsi bahwa polisi mungkin aja ceritanya udah cincai sama Yoga, tapi plis deh.. Yoga bisa-bisanya GITU DOANG marahnya ke Awink dan Pras yang dianggapnya sudah berkhianat.

Helaaaaw, plis deh Yoga.. kalau bener perbuatan Pras bocorin semua rahasia lo itu salah, kok bisa-bisanya lo enggak balas dendam apa kek gitu. Moso marahnya cuma kayak habis enggak sengaja disenggol aja.. Baik hati banget sih kamyu, Mas Yog.. Hahaha

Arggggh dan saya juga sangat enggak suka endingnya. Come on, kalo lo pengin ada salah satu tokoh yang mati dalam film ini biar ada efek tragis-dramatis, kenapa sih yang mati harus si politikus masokis itu? Kenapa Mas sutradara, kenapaaa... Kenapa enggak Awink yang mengorbankan diri demi Pras, mungkin? Atau Prasnya mungkin? Atau Yoga bunuh diri karena stres?

Dan harus ya ending murahan, Pras meraung bilang KANGEEEEEEN!!! sambil meluk Mbak Tiara Eve? Aku cemburu, tauk Mas. Eh bukan. Aku jijai lihatnya, tauk. Enggak elegan dan langsung mengurangi nilai akting kecemu itu... Hambar Mas, hambar.

Tapi satu faktor yang membuat saya senang menonton film ini adalah, akting para pemainnya yang cakep abis! Even Tiara Eve yang belom banyak main film itu aja, bagus. Oka Antara seperti biasa ganteng, eh main bagus. Pun Baim Wong yang emang gak pernah main jelek di sinetron, keren gitu di sini. Tatapannya tu lho, bikin hati adek menggigil karena atut. Tapi ya idola saya tetap dong.. Garindra Bimo! Anjir Mas Bimo makan apa sih kamu bisa jadi semenggemaskan ituuuuuu... Aktingmu tuh lho Mas, bikin gemay dan pengin cowel-cowel si Awink!


Secara keseluruhan, film ini masih tetap bagus sih. Walau enggak sebagus film Selamat Pagi, Malam! yang juga bertutur soal Jakarta dan sama-sama omnibus. Tapi yaaa, saya sih lebih merasa terkesan pada Selamat Pagi, Malam! ya.. Menurut saya, selain faktor kedekatan (bisa juga mungkin dijudulin Penduduk Kelas Menengah Jakarta Undercover), juga karena ceritanya lebih rapi, alus, dan ini yang terpenting: signifikan. Ahahahaha.. yeah kamu bakal sering denger kata itu di Jakarta Undercover, dan akan mendadak berdoa ga punya atasan sekuno dan sebossy Lukman Sardi.


Comments

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  2. Selamat Pagi, Malam!

    koyoke kuwi film paling lucu yang kita tonton rame-rame deh :p

    ReplyDelete

Post a Comment