Review Album Endah N Rhesa: Escape


Penutup sebuah kisah biasanya penuh drama, dan kontemplatif jika tidak meledak-ledak. Itulah yang terjadi pada album terakhir trilogi duo Endah N Rhesa, Escape. Dalam Escape, Endah Widiastuti (vokal dan gitar) dan suaminya, Rhesa Aditya (bass), bereksperimen mengawinkan musik akustik dengan elektronik.

Escape masih berkisah soal perjalanan Shane Harden (anagram dari nama Endah N Rhesa), tokoh rekaan keduanya. Jika dalam Nowhere to Go (2009) Endah N Rhesa mengajak kita berpetualang di Pulau Silence, lalu kembali ke masa lalu dalam Look What We’ve Found (2010), lewat Escape, keduanya menggiring kita melesak ke angkasa raya.

Suasana  luar angkasa langsung menyergap sejak nomer pertama Escape, Hypergalaxy Intro. Dalam mukadimah ini, Rhesa menggunakan musik elektronik yang membuat kita seolah berangkat bertamasya dengan pesawat luar angkasa, meninggalkan masa lalu alias dua album sebelumnya.

Efek suara itu berlanjut ke Silence Island. Lagu kedua ini dipilih sebagai single perdana Escape karena merepresentasikan keseluruhan album. Dibuka dengan kalimat "Welcome to reality", Endah N Rhesa langsung menghentak dengan menghadirkan kepedihan Shane Harden melihat Pulau Silence yang diporakporandakan teknologi.

Kepada Tempo, Endah menyebut Escape sebagai ungkapan protes mereka terhadap kondisi haus tak berkesudahannya banyak orang terhadap teknologi. "Di Pulau Silence ini Shane melihat teknologi terlalu mendominasi kehidupan, hingga akhirnya mengganggu hubungan antarmanusianya," kata dia.

Lagu ketiga, Someday, seperti jembatan yang menghubungkan remuk redam Pulau Silence akibat teknologi, dengan kisah cinta tak terbalas Shane Harden. Someday yang ritmenya lebih pelan dibanding dua lagu sebelumnya, seperti menjawab pertanyaan mereka yang merindukan romantisme khas Endah N Rhesa. Dalam lagu ini, unsur musik elektronik berganti gitar akustik dan suara renyah Endah, yang membuat lagu ini terdengar megah.

Menurut Endah, cinta memang masih jadi jualan mereka. Namun dalam Escape, Endah N Resha menawarkan kisah cinta yang muram, kepedihan, dan harapan yang sukar mewujud. Mood gelap dan gloomy kental tertuang dalam Alone In the Loneliness dan No Tears From My Eyes. Liriknya dalam dan menyayat, namun tak sedikit pun terkesan murahan.

Alone In the Loneliness terasa seperti perjalanan perasaan Shane Harden. Lagu ini dibuka dengan permainan gitar Endah yang kalem dan datar, lalu pelan-pelan naik dan mencapai puncaknya menjelang akhir. Endah bernyanyi begitu emosional di penghujung lagu, membuat pendengar ikut merasakan kegetiran hati Harden. "Klimaks lagu ini memang di akhir, yang menunjukkan rasa kehilangan dan kemarahan yang teramat sangat," ujar Endah.

Namun tak semua lagu dalam Escape berirama sendu. Ada pula yang riang, seperti Somewhere In Between, Spacybilly, dan Sun Goes Down. Jika Spacybilly yang futuristik terasa agak britpop dan mirip melodi Mocca, intro Somewhere In Between mengingatkan kita pada lagu Lithium milik Nirvana.

Endah mengaku, dalam pembuatan Escape, ia dan Rhesa terpengaruh sejumlah musisi rock. Primus, The Police, Red Hot Chili Peppers, dan Dream Theater mereka jadikan referensi sehingga membuat Escape kaya warna dan berbeda dibanding dua album sebelumnya. Jika Nowhere to Go bernuansa balada dan "sangat Amerika", Look What We've Found menghadirkan suasana Afrika.

Sedangkan dalam Escape, Endah N Rhesa mengadopsi keberanian musisi progressive rock untuk membuat komposisi yang sedikit ekstrem. "Memang berisiko, tapi kami pengin membuat sesuatu yang baru tanpa harus memenuhi keinginan pasar," kata Endah. "Itulah sebabnya album ini bertajuk Escape, karena saya dan Rhesa ingin kabur dari zona nyaman kami."

Keinginan Endah N Rhesa bereksplorasi dan keluar dari zona nyaman tersirat dalam tembang Sun Goes Down. Lagu ini pas didapuk sebagai pamungkas album karena berujar soal optimisme. Nada dan liriknya yang ceria dan penuh energi seolah menghapus segenap kegetiran Harden. Hold back all your tears and walk away, moving on is better than you stay..

Judul: Escape
Musisi: Endah N Rhesa
Label: Demajors dan Reiproject
Rilis: Mei 2013

ISMA SAVITRI | sudah dimuat di @korantempo

Comments

Popular Posts