Review Amazing Spiderman 2

"Nih, kutebarkan jaring-jaring cintah.."
Komedi romantis yang gurih dengan latar belakang kisah superhero. Itu kesan yang terasa setelah menonton Amazing Spiderman 2. Ya maklum, yang bikin bukan lagi Sam Raimi tapi Marc Webb yang salah satu karyanya- 500 Days of Summer, tak pernah hengkang dari daftar 10 film romantis favorit saya.

Spiderman adalah spiderman. Superhero yang tidak elitis. Dia merakyat, tengil, orang biasa, pintar, dan -ehm- romantis. Setidaknya, karakter terakhir adalah yang ditonjolkan Webb setelah film Amazing Spiderman pertama 2012 lalu. Dan yeah, our cute sexy boy Andrew Garfield bisa membuat saya akhirnya bisa move on dari sosok Tobey Maguire (di film Amazing Spiderman pertama saya belum bisa move on).

Hmmmh..
Saya menonton film ini tanpa ambisi akan puas, karena sengaja tidak melihat reviewnya sama sekali di Rotten Tomatoes. Namun karena sekuel Captain America kemarin menyejukkan jiwa dan dahaga *halah* maka sesungguhnya di lubuk hati terdalam saya berharap Amazing Spiderman juga akan menyuguhkan kualitas yang sama.

Baiklah, lupakan dulu Maguire yang sederhana, cupu, dan kalau ngomong kayak malu-malu ala anak sekolah lagi naksir kakak kelasnya itu. Garfield dalam film ini terlihat lebih matang, nakal, percaya diri, dan yah, lebih seksi baik dengan baju hitam atau putih polosnya, maupun "seragam" laba-labanya. Badannya pun makin terbentuk sehingga membuat saya enggan mengedipkan mata saat menonton. Hohohoho

Tapi yang membuat saya tersipu bukan hanya Garfield, tapi juga Emma Stone. Yeah, sebagai cewek, saya senang lihat gaya berpakaian dia di film ini. Karakter Gwen Stacey yang dibawakannya juga menyenangkan. Dia pintar, modis, calon ilmuwan, punya kemauan tinggi, dan bukan tipe yang lemah semacam Mary Jane (ogut enggak suka karakternya Mbak Mary).

Adalah asyik melihat chemistry keduanya sepanjang film. Jalin kisah remaja yang manis dan menggebu-gebu, romantisme yang tidak dibuat-buat, dan berbagai percakapan yang membuat kita merasa "Oooh..." hadir di sepanjang film ini. Buat yang jomblo, pasti jadi pengin ngegaplok dek Garfield, deh.



Siapa coba yang enggak pengin ditatap semesra pandangan Peter Parker ke Gwen.. Siapa coba yang enggak pengin dikuntit mas seganteng Garfield.. Siapa coba yang enggak pengin dibikinin tulisan I Love You gede di tengah kota, lalu "diculik" ke atap gedung tinggi.. Siapa? Siapaaa? Pit, sadar Pit, sadar..

Ya, seperti yang saya bilang di awal, Amazing Spiderman 2 memang film yang drama drama drama. Drama pangkat tiga. But I love it!

Tapi buat yang mencari adegan laga di sini, harap siap kecewa. Memang pertarungan antara Spidey dengan musuh-musuhnya terlihat megah, tapi sayang kurang seru. Tidak ada ketegangan terbangun dalam menit ke menit. Yang ada, kita dibawa terus tertawa karena pahlawan kita kini adalah sosok penuh humor, mirip dengan Iron Man yang dibawakan Robert Downey Jr.

Sosok antagonis dalam film ini pun kurang sangar, baik itu Electro (Jamie Foxx) maupun Harry Osborne (Dane DeHaan). Kemunculan dan kemarahan keduanya memang terlihat grande. Wah. Namun sudah, itu saja. Tak ada pertarungan sengit berarti di antara si musuh dengan Spiderman yang membuat tubuh kaku saking deg-degannya. Untungnya, akting Foxx dan DeHaan (yang menggantikan si tampan James Franco) asoy geboy, sehingga membuat karakter yang mereka bawakan terlihat "nyata".

Harry Osborne
Max Dillon a.k.a Electro
Yang cukup terngiang adalah kemunculan Electro pertama kali di ruang publik. Adegan itu menyampaikan banyak hal: bagaimana seorang Max Dillon yang semula hanya teknisi Oscorp biasa berubah menjadi Electro yang haus pengakuan, bagaimana pengabaian bisa jadi musabab yang destruktif, serta bagaimana seseorang yang "bukan siapa-siapa" sebenarnya butuh panggung untuk membuatnya dilihat, untuk membuatnya dianggap ada.



Duh mau ngelawan Spiderman. Berdoa dulu deh..
Porsi drama dalam film ini juga disumbang pengungkapan masa lalu orang tua Peter Parker. Menarik, dan terlihat diupayakan untuk membuat penonton terharu biru. Saya sebagai penggemar Spidey sebenarnya tidak keberatan dengan banyaknya drama yang dituangkan di film ini, tapi memang sulit untuk tidak rindu adegan bak-bik-buk yang seru seperti versi Raimi-Maguire.

Di bioskop, saya sampai beberapa kali mendengar suara orang menangis menonton film ini. Mungkin dia terbawa melankolis, mengingat banyak adegan dan kata-kata (yang Webb banget) romantis yang seolah membuat Electro tak lagi terlihat kejam, dan Harry hanya anak orang gedongan yang selalu mau keinginannya dituruti.

Ya sudahlah. Nikmati saja Spidey kita yang muda dan makin segar dan seksi ini. Nontonnya enggak perlu pakai kening berkerut. Bahkan kalau ada yang masuk bioskop pakai stres karena baru pulang kerja, bakal rileks kok karena ngakak mulu sepanjang film.

Selamat menikmati mas Garfield ya!

Comments

Popular Posts