Review PK: Jadi, Tuhan Ada di Mana?


Mencari Tuhan bukanlah berita. Tapi menemukan Tuhan, itu baru berita.

Kalimat itu diucapkan redaktur sebuah televisi di India yang openminded. Dia beberapa kali berurusan dengan narasumber, yang berakhir dengan tiga tembakan di pantat kanannya. Itu adalah simbol bahwa ia bukan seorang yang ekstremis atau pun fundamentalis. Itulah sebabnya, si bapak redaktur tak keberatan saat salah satu reporternya, Jaggu -oh no, dia sangat cantik dan pintar dan menyenangkan sampai membuat saya yang perempuan merasa terintimidasi- ingin mengangkat soal agama ke acara diskusi di tivi mereka.

Anda enggak salah baca. Yup, mereka memang ingin membahas soal agama di tivi. Saya sendiri sukar melepaskan bayangan jika itu dilakukan di Indonesia. Jangan-jangan tivi itu besoknya udah porak-poranda karena diserang sama Front Perusak Islam.

Lantas apa menariknya? Seperti judul filmnya, PK, ini adalah kisah soal PK, akronim untuk pee-kay yang dalam bahasa India berarti mabuk. PK adalah julukan orang India untuk karakter yang diperankan Aamir Khan. Namun PK bukan pria biasa. Ia adalah alien yang dikirim ke bumi untuk meneliti tingkah polah manusia, termasuk dalam beragama.

Masalah dimulai saat PK kehilangan remote control yang berfungsi untuk memanggil pesawat planetnya untuk menjemputnya di bumi. PK pun bertanya pada penduduk sekitar ada di mana remote control-nya. Tapi tak ada yang tahu. "Hanya Tuhan yang tahu," jawab orang-orang pada PK. Dan di sinilah perjalanan PK mencari Tuhan dimulai.

Tunggu. Ini bukan film Tuhan yang serius yang bakal membuat kita terkenang isi buku filsafat zaman baheula. Apakah ada kritik Nietzsche, Feuerbach, Marx, dan Camus soal konsep Tuhan dan agama? Iya. Banget, malah. Apakah film ini mengusik kepercayaan kita pada Tuhan? Iya. Tapi itu disampaikan tidak dengan serius, melainkan lewat komedi satir. Ini ibarat belajar fisika lewat komik. Hati senang, mata riang, pikiran kenyang.

Melihat Aamir di film ini, Anda akan percaya bahwa zat yang bekerja meregenerasi kulit agar awet muda, betul-betul ada. Wajah dan keseksian tubuh Aamir seperti tidak melewati zaman. Ia, si pria 49 tahun itu, punya bodi mirip personal trainee di pusat kebugaran. Wajahnya malah seperti kian muda, sejak membintangi Lagaan, Fanaa, 3 Idiots, juga Dhoom 3. Di film ini, Aamir rela tubuh seksinya yang telanjang jadi jualan sang sutradara dengan dipampang sebagai poster. Well, naluri purba kita (saya maksudnya) memang tak berubah, ya. Hihi..

Film ini tak perlu dibahas berlarut-larut soal sinematografinya, bla bla, bla. Seperti yang sudah-sudah, sutradara India termasuk Raju Hirani, yang menggarap film ini, suka syuting di tempat aduhai. Ah, saya sebagai penyuka film India era Shahrukh Khan sampai Shaheed Kapoor pasti hafal soal ini. Entah tak pede dengan tampang negeri sendiri, sutradara India demen banget syuting di luar negeri. Kali ini yang dipilih adalah Belgia.

Apa pentingnya Belgia di sini? Yakni sebagai lokasi peletak drama film berdurasi sekitar 2,5 jam ini. Soal drama, lima jempol lah untuk sutradara India. Di tengah bombardir pertanyaan soal eksistensi Tuhan dan komedi satir, drama terbangun hampir sempurna. Berlebihan sedikit mungkin, di bagian tari-tariannya. Tapi ya sudahlah, terima saja itu sebagai naluri Bollywood. Bedanya, kalau dulu yang dipakai nari adalah pohon, sekarang tiang besi dalam MRT. Hehehe..


Prinsip pertama nonton PK, Anda dilarang tersinggung. Sebab, film ini menyentil ulah para pemuka agama yang menurut PK malah menyebabkan "salah sambung": doa kita manusia tak sampai ke Tuhan. Sejak awal, Hirani memang sudah bilang bahwa PK bicara soal Tuhan dan godmen. Jadi ya, sepanjang film, Tuhan dan pemuka agama akan melulu "disenggol", bahkan dikritik.

Salah satu adegan yang saya ingat adalah saat PK menyebarkan poster "Tuhan Ada di Mana?", dan jika ada orang yang tau di mana Ia berada, tolong hubungi PK. PK melakukannya karena bingung. Ia merasa sudah minta bantuan Tuhan di kuil, gereja, masjid, dan menyumbang duit ke kotak amal agar doanya terjawab. Tapi ternyata, remote control-nya belum juga ketemu.

Untuk mempermudah proses terjawabnya doa, PK bahkan membantu Tuhan dengan mengenakan helm kuning menyala ke mana pun. Alasannya, "Biar Tuhan mudah menemukanku, dan kemudian menjawab doaku. Karena warna kuning kan mencolok."

Begitulah PK. Ulah dan pertanyaannya memancing kemarahan banyak orang yang merasa Tuhannya disepelekan. Padahal, kata PK, Tuhan sudah Mahaagung, tak perlu dibela.

Separuh pertama film, kita akan diajak tertawa habis-habisan oleh PK. Sinting dan tolol, tapi ya, memang begitulah kondisi di India, juga di belahan bumi lainnya. Kebanyakan dari kita merasa tak perlu lagi berdiskusi, bahkan dengan diri sendiri, soal kepercayaan dan agama yang diyakini. Padahal, fides quaerens intellectum. Iman itu mencari pengertian.

Comments

Popular Posts