Menikah yang Tak Bikin Gerah
Kemarin saya tak sengaja mengobrol dengan seorang kawan yang mengaku takut menikah. Dia pengacara. Dan beberapa kali menangani kasus perceraian. Katanya, gara-gara itu dia jadi menganggap perkawinan bukan ide yang menarik. Selain karena dia lebih percaya pada poliamori, dan pernah melakoninya selama beberapa waktu.
Saya bilang padanya, bahwa seburuk apapun banyak pernikahan, pada akhirnya saya memilih menjalaninya. Alasan utamanya tentu karena saya mencintai si bojo, dan tak berpikir sedikit pun untuk berpaling. Pun bila Chris Hemsworth dan Tom Hardy tiba-tiba nge-DM saya bilang mau main ke rumah untuk mengkhitbah.
Kenapa saya bisa menjadikan itu alasan menikah? Sebabnya lagi, tentu karena dia orang yang membebaskan saya. Bebas di sini tentu tidak sama maknanya dengan yang kawan saya itu inginkan. Sudah saya bilang, Chris Hemsworth saja lewat demi Tri Suharman. Jadi poliamori tentu bukan kebebasan yang saya inginkan.
Bebas yang saya mau adalah dukungan bojo buat saya melakukan hal-hal yang saya ingin. Untuk tetap bisa bekerja, menulis apapun, bertemu dengan siapa saja. Juga dukungan buat saya untuk melakukan dua hal yang sangat saya suka. Sendirian, dan plesiran. Bojo saya tahu sekali soal ini.
Bahwa saya sangat ingin ke Turki, ketergila-gilaan saya pada Bangkok, keinginan saya untuk terus mendatangi tempat-tempat baru dan menjajal sebanyak mungkin penganan aneh. Atau sekadar dukungan untuk saya menjadi ibu yang baik versi saya. Dan istri yang baik untuknya.
Sejak awal saya tidak menghayati pernikahan sebagai sesuatu yang romantis. Kalau menikah melulu hanya urusan itu, bisa kabur bojo saya karena saya mencintainya dengan cara yang berbeda. Tapi juga tidak semata urusan setia pada komitmen. Karena jika pernikahan hanya dilandasi komitmen, apa bedanya dengan akad KPR yang menyiksa itu.
Buat saya, pernikahan memang tidak sederhana. Sebab jika iya, siapa saja akan mudah menjalani tapi juga mudah menyerah atau meninggalkannya.
Oia, saya melantur nulis soal ini dalam rangka ulang tahun ke-3 pernikahan kami. Tujuh tahun bersama si bojo, tentu tak hanya hal menyenangkan yang kami lewati. Namun saya cuma in gin bilang,
Selamat ulang tahun buat keluarga kecil kita, sayang. Semoga kita bisa terus saling menjaga dan mencinta, ketika angin sedang kencang-kencangnya.
Semoga kamu kekal menjadi alasan yang membuat saya memaksa malaikat untuk menjagamu. Untuk memperhatikan setiap detail bahagiamu. Untuk tidak melewatkan salat-salatmu. Untuk terus menjadi alasan di balik doa-doa saya yang mengepul sejak dulu.
Lembar demi lembar setelah ini, setiap kekuranganmu mestinya jadi keistimewaan. Tak perlu saya melulu menggugat itu. Pun bila mungkin ada hari kita ada di ruang berbeda. Bukankah cinta tak hanya perkara raga? Seperti halnya kita yang bisa mencintai Dia, tanpa pernah melihatNya.
Kita mungkin bukan pendekar. Dan yang kita lakukan mungkin tak selalu benar. Tapi bukankah kita tahu hati selalu punya tempat ternyaman untuk pulang? Dan mestinya saya tak menyalahkan siapa-siapa, kalau sampai sekarang cuma genggammu yang terus membuat saya rindu.
Comments
Post a Comment