Royal Palace, Istana Raja Kamboja yang Nyentrik

Royal Palace
Saya sebenarnya nggak terlalu bernafsu mengunjungi Royal Palace, istana raja Kamboja yang terletak dekat Sungai Mekong di Phnom Penh. Pikiran saya, paling-paling istananya mirip seperti Grand Palace, istana raja Thailand. Tapi karena udah sampai Kamboja, sayang juga ya kalau nggak mampir. Apalagi lokasinya nggak jauh dari hotel.

Untuk mengunjungi Royal Palace, kita mesti membayar tiket masuk seharga USD 6,25, atau separuh dibanding HTM Grand Palace. Tiket itu sudah termasuk biaya mengunjungi Silver Pagoda yang terletak di dalamnya. Istana buka pukul 08.00-13.00 waktu setempat (tidak ada perbedaan waktu dengan di Indonesia), dan baru buka lagi pada 14.00-17.00.

Royal Palace dibangun pada 1866, saat Kamboja dipimpin Raja Norodom. Istana seluas 16 hektar itu memiliki area utama yang disebut Throne Hall. Throne Hall digunakan raja saat menerima tamu dan menggelar upacara keagamaan. Seperti layaknya istana, Throne Hall dihiasi singgasana dan perabot berlapis emas. Sayang, pengunjung dilarang memotret area ini.

Selain Throne Hall, ada lagi bangunan yang dilarang dipotret, bahkan tak boleh dimasuki, yakni Khemarin Temple. Alasannya, bangunan itu menjadi kediaman raja Kamboja saat ini, Norodom Sihamoni. Ayah Sihamoni, Norodom Sihanouk yang ternama, juga tinggal di sana.


Bangunan utama lainnya di Royal Palace adalah Silver Pagoda. Yang berwarna perak dari tempat ibadah ini bukanlah pelapis luarnya, melainkan ubin lantai bangunannya yang berjumlah 5.329. Selain itu, ada pula stupa yang terletak dekat Silver Pagoda. Stupa ini menyimpan abu dari putra Norodom Sihanouk yang meninggal karena kanker darah.

Kalau boleh jujur, Royal Palace tidak lebih mewah dibanding Grand Palace. Selain karena areanya yang tidak seluas Grand Palace, material yang melapisi Royal Palace juga tidak "seheboh" dan semewah istana raja Thailand. Grand Palace lebih "wah" dan "mengkilap" lah, menurut saya.

Kalau dari referensi yang pernah saya baca, arsitektur Royal Palace menggabungkan gaya Khmer dan Eropa. Salah satu buktinya adalah bangunan Pavilion Napoleon III yang dihadiahkan pemerintah Prancis pada 1876. Bangunan itu dihiasi simbol "N" besar yang bisa merujuk pada dua hal sekaligus, yakni "Napoleon" dan "Norodom". Saat ini, Pavilion Napoleon III digunakan sebagai museum yang menyimpan memorabilia istana.

Tak jauh dari Royal Palace, kita juga bisa mengunjungi National Museum dengan membayar USD 3. Museum ini -sorry to say- biasa banget. Tidak secantik museum-museum di Kota Tua, Jakarta Barat. Secara fisik dan interior, mirip lah dengan Museum Gajah. Terkesan kotor, kumuh, dan kurang terawat.

National Museum of Cambodia
Patung-Patung di National Museum of Cambodia
National Museum of Cambodia berisi sejumlah benda peninggalan zaman baheula (ya iyalah, namanya juga museum..). Tapi yang paling dominan adalah patung-patung batu dari abad 11-12 Masehi yang baru ditemukan belakangan. Sebagian kondisinya masih baik, tapi sebagian lainnya sudah tak utuh.

Saya sendiri menyarankan kalian untuk mengunjungi Royal Palace saja jika tak punya banyak waktu di Phnom Penh. Well, National Museum memang tak buruk, tapi sayangnya kurang menggugah selera. Hehe.. IMHO, sorry..

Tulisan lainnya soal Phnom Penh:
Semalam di Phnom Penh, Kota Sejuta Bir
Membuang Dollar Lusuh di Russian Market
Akhirnya... Road Trip 6 Kota dalam 7 Hari
Menengok Kekejaman Pol Pot di Killing Field

Tom Yum dan Teh Tarik di Halal Restaurant
Mie Ayam, Bakso, dan Kopi Susu di dekat Terminal Phnom Penh



Comments

Popular Posts